Rabu, 21 Maret 2012

Batuk Bukanlah Penyakit


Hujan dan panas kini silih berganti menyapa penghuni negeri ini. Kemarin diguyur hujan, hari ini bergelimang dengan terik mentari. Dalam udara yang berubah-ubah seperti ini, bila tubuh tak dalam kondisi fit, batuk dan flu pun rajin menyapa. Seperti yang dialami Kiki, bocah berumur 7 tahun. Anak sekolah dasar yang aktif ini mulai merasakan sakit di tenggorokannya . Sesekali ia batuk, saat pagi ataupun malam hari. Seperti kebanyakan para ibu, sang mama langsung mengambil solusi pemberian obat batuk. “Kebetulan obat batuknya ada yang cocok dengan dia. Jadi, sudah disiapkan di kotak obat di rumah,” ujarnya. Pemberian obat itu membuat si mama tak lagi merasa cemas.

Sebenarnya tidak perlu ada yang dicemaskan dengan kehadiran batuk pada anak. Seorang spesialis anak secara ekstrem menyebutkan tidak ada anak yang meninggal dunia gara-gara batuk. Dr Purnamawati Sujud Pujiarto, SpAK, dari Kemang Medical Care, Jakarta Selatan, pun menjelaskan bahwa pada dasarnya batuk adalah sebuah refleks yang pusat pengaturannya berada di otak. Refleks batuk juga merupakan salah satu sistem pertahanan tubuh terhadap benda asing yang masuk ke saluran napas. “Ketika tersedak, ketika terkena infeksi flu, lendir yang berlebihan pun akan dibatukkan oleh tubuh,” katanya.


Kebiasaan pemberian obat batuk ini tak hanya terjadi di negeri ini. Di Amerika Serikat pun, para orang tua masih melakukan hal serupa. Peneliti dari Universitas Boston, pada Mei 2008 menemukan hampir 10 anak di Amerika Serikat menggunakan satu atau lebih obat batuk dan flu selama seminggu. Peneliti merasa sedikit heran bahwa frekuensi dosis obat batuk pada anak di Negeri Abang Sam itu masih belum dipahami oleh para orang tua.


Dalam studi juga ditemukan bahwa pemberian obat batuk itu tidak hanya dilakukan terhadap anak berusia 2-5 tahun, tetapi juga di bawah 2 tahun. Padahal, hampir di semua jenis obat tersebut, 64,2 persen menggunakan lebih dari satu bahan aktif. Ketua peneliti, Louis Vernacchio, MD, menyebutkan konsumsi obat batuk ataupun flu bagi anak balita ini tidaklah perlu. “Yang perlu diwaspadai malahan efek berbahaya dan rendahnya bukti klinis bahwa pengobatan tersebut efektif untuk anak-anak,” ujarnya, seperti dikutip Sciencedaily.

Badan Pengendalian dan Pencegahan Penyakit Amerika Serikat pun tegas-tegas menyatakan bahwa batuk ataupun radang tenggorokan tidak membutuhkan terapi antibiotika. “Yang perlu ialah perbanyak minum, maka batuk pun akan mereda karena lendir menjadi lebih encer dan lebih mudah dikeluarkan,” ucap Wati. Batuk muncul karena peningkatan produksi dahak yang dipicu oleh infeksi virus atau alergi. Spesialis anak yang biasa disapa Wati ini menyebutkan, batuk akibat infeksi virus flu bisa berlangsung hingga dua minggu bahkan lebih malah lagi jika anak sensitif atau alergi.

Kebanyakan, Wati menyebutkan, penyebab batuk pada bayi dan anak kecil adalah virus parainfluenza, respiratory syncytial virus (RSV), dan virus influenza. “Batuk lama pada anak besar bisa karena pertusis, mycoplasma pneumoniae, tetapi kebanyakan tetap karena alergi dan infeksi virus sehingga umumnya tidak membutuhkan antibiotik,” paparnya. Ia menambahkan pada anak besar, batuk yang berlangsung lebih dari 4 hingga 8 minggu, memang perlu dipikirkan kemungkinan terjadi hipersensitivitas saluran napas, aspirasi benda asing, tuberkulosis, pertusis, cystic fibrosis, atau sinusitis. “Dalam kondisi ini, baru terapi antibiotik perlu dipertimbangkan.”

Tidak ada komentar: