"Aduh....Anakkku kok demam Ya! Gimana Nih....!!?
Seringkali kita merasa bingung dan panik apabila anak balita kita mengalami demam. Padahal pada saat itu kita belum bisa membawanya periksa ke dokter. Kita dapat mengobati anak balita kita secara alami terlebih dahulu. Bila memang demamnya belum turun juga baru kita bisa membawanya ke dokter.
Jeruk nipis merupakan buah yang mempunyai banyak khasiat. Salah satunya sabagai obat penurun panas atau demam pada anak balita. Untuk mengatasi demam pada balita ada cara yang mudah kita lakukan. Kita bisa membuat ramuan dari jeruk nipis, bawang merah, sedikit garam dengan campuran minyak kayu putih.
Adapun caranya sebagai berikut: Ambil saja 1 buah jeruk nipis kemudian iris menjadi potongan kecil-kecil. Campurkan irisan jeruk nipis tersebut dengan irisan bawang merah, sedikit garam dan beberapa tetes minyak kayu putih. Aduk dan remas-remaslah jadi satu lalu gosokkan secara merata keseluruh badan balita tersebut. Setelah itu selimutilah dengan kain yang hangat.
Dalam beberapa saat badannya akan berkeringat sehingga demamnyapun akan lenyap.
Cara yang lainnya:
Menggunakan daun jarak yang berfungsi sebagai kompres alami pada kening si kecil. Ambil 2 atau 3 lembar daun jarak, tempelkan pada kening si kecil, balut dengan topi wool. Biarkan sampai si kecil berkeringat. Jangan lupa keringat yang keluar selalu dilap sehingga kulit buah hati anda selalu kering. Selain daun jarak, bisa juga menggunakan daun pisang yang masih muda.
Minyak kelapa dicampur dengan bawang merah yang dibakar. Bakar 2 siung bawang merah, hilangkan kulit bawang merah yang gosong, cari bagian tengahnya saja. Remas- remas dengan bawang merah tersebut dalam minyak kelapa, cukup 5 ml saja. Urutkan campuran minyak ini di badan si kecil. Di punggung, bahu, perut, tangan dan kaki. Pijat – pijat sehingga si kecil berkeringat.
Membuat jamu dari daun belimbing atau bunga belimbing buluh. Jamu dari daun belimbing bisa dibuat dengan : mencuci bersih daun, kemudian tuangi air hangat – hangat kuku. Remas – remas hingga air berubah menjadi hijau. Isi sedikit garam dan kemudian saring. Berikan jamu ini langsung setelah selesai dibuat. Begitu juga jamu dari bunga belimbing buluh. Caranya : petik bunga belimbing, cuci bersih, rebus dengn air secukupnya, isi gula batu, kemudian saring. Tunggu hingga rebusan agak dingin, baru berikan pada si kecil. Jamu ini juga bisa digunakan untuk mengobati batuk.
Tampilkan postingan dengan label Kesehatan Bayi. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Kesehatan Bayi. Tampilkan semua postingan
Rabu, 08 Agustus 2012
Mengatasi Demam pada Anak
Sepulang dari mengajar bunda dapat kabar dari pengasuh kalau Akhdan (1Y/3M) badannya panas. Deg...saya coba untuk tenang. Saya ukur suhu tubuhnya menggunakan termometer digital. Ternyata berkisar 38 C. Kemudian saya kompres menggunakan air hangat. Karena masih hangat badannya dan tidak mau makan, serta agak rewel, saya minumkan parasetamol. Memang saya selalu sediakan parasetamol di rumah untuk jaga-jaga jika mendadak badan Akhdan panas.
Saya tidak langsung membawa Akhdan ke dokter karena kalau dibawa ke dokter pasti diberi obat. Akhdan susah sekali minum obat. Kemudian saya searching diinternet, dapat artikel ini. Jika demam anak lebih dari 3 hari sebaiknya dibawa ke dokter. Saya tunggu perkembangan Akhdan dulu sebelum saya konsultasikan ke dokter. Silakan simak artikelnya:
Demam adalah peningkatan suhu tubuh melebihi normal. Temperatur normal tubuh berkisar antara 36-38 derajat celcius. Anak Anda mengalami demam apabila dengan pengukuran suhu temperatur :
• Termometer pada rektum atau anus melebihi 38 derajat celcius
• Termometer pada mulut melebihi 37,5 derajat celcius
• Termometer pada ketiak melebihi 37 derajat celcius
Apa Penyebab Demam?
Demam terjadi ketika "termostat" dalam tubuh meningkatkan temperatur tubuh di atas batas normal. Termostat ini berada di salah satu bagian otak yang disebut dengan hipotalamus. Hipotalamus akan mengatur temperatur tubuh yang sesuai dan akan mengirimkan sinyal ke tubuh untuk menjaga temperatur normal.
Terkadang hipotalamus akan "mengatur" temperatur tubuh menjadi lebih tinggi sebagai respon terhadap infeksi, penyakit, dan penyebab lainya. Para peneliti mengemukakan bahwa peningkatan temperatur tubuh merupakan cara tubuh untuk melawan kuman yang menyebabkan infeksi dan membuat tubuh sebagai tempat yang tidak nyaman bagi kuman tersebut.
Demam merupakan suatu gejala dan bukanlah penyakit. Demam dapat disebabkan karena infeksi, kondisi yang terlalu panas, imunisasi, dan penyebab lainnya.
Bagaimana mengukur suhu pada anak?
Mengukur suhu dengan menggunakan tangan pada dahi, pipi, atau perut anak bukanlah cara yang baik untuk mengukur demam. Anda sebaiknya mengukur peningkatan suhu pada anak menggunakan termometer untuk meyakinkan bahwa anak Anda terkena demam. Jenis termometer di antaranya adalah termometer raksa, termometer digital, dan termometer timpanik yang diletakkan pada telinga. Cara pengukuran termometer raksa di antaranya adalah :
• Untuk bayi dan balita:
Pengukuran terbaik menggunakan termometer yang diletakkan pada ketiak. Taruh ujung termometer pada pertengahan ketiak, pegang dengan satu tangan dan gunakan tangan yang lain untuk menahan lengan bayi agar tidak terbuka. Tahan termometer selama tiga hingga empat menit
• Usia lima tahun keatas:
Pengukuran terbaik adalah dengan menggunakan termometer yang diletakkan pada mulut. Apabila anak baru makan sesuatu yang dingin atau panas, tunggu 10 menit baru mengukur suhu. Baringkan anak Anda, taruh termometer di bawah lidahnya, beritahukan kepada anak Anda untuk menutup mulutnya namun jangan menggigit. Tahan termometer selama dua hingga tiga menit
Apakah anak sebaiknya dimandikan apabila demam?
Memandikan dengan menggunakan busa atau lap basah merupakan salah satu cara yang baik untuk menurunkan demam apabila anak muntah atau tidak dapat meminum obat penurun demam. Terkadang, mandi dan minum obat penurun demam dapat menurunkan demam dan membuat anak merasa lebih nyaman. Gunakan air hangat dan lap anak Anda dengan busa khusus atau lap mandi.
Bagaimana cara menangani demam pada anak ?
Tanpa obat :
• Bila anak Anda tetap makan, minum, dan bermain seperti biasa, kemungkinan dia tidak membutuhkan obat penurun panas.
• Pakaikan baju yang tipis atau pakaikan hanya pakaian dalam sehingga anak akan melepaskan panas lewat kulitnya.
• Kompres anak dengan menggunakan air hangat pada dahi, leher, ketiak, dada. Jangan biarkan kompres mengering di badan anak, angkat kompres ketika setengah kering, celup kembali di air hangat, peras, letakkan di badan anak.
• Jangan menggunakan alkohol sebagai kompres anak. Alkohol dapat menyebabkan kehilangan panas terlalu cepat sehingga menyebabkan intoksikasi atau keracunan alkohol.
• Tutupi anak dengan selimut tipis apabila anak kedinginan atau menggigil.
• Istirahatkan anak Anda karena aktivitas dapat meningkatkan demam.
• Berikan anak cairan ekstra berupa air, jus, atau susu. Apabila anak tidak mau minum, berikan anak cairan apapun yang dia inginkan.
Dengan obat :
• Obat dapat membantu anak untuk merasa lebih baik namun tidak menghentikan demam.
• Berikan Parasetamol setiap empat jam sekali atau enam kali sehari.
• Bacalah labelnya dan ikuti petunjuk yang ada sesuai dengan umur dan berat badan anak.
• Diskusikan dengan dokter sebelum memberikan Ibuprofen.
• Jangan berikan Aspirin pada anak di bawah 16 tahun karena dapat menyebabkan penyakit yang serius seperti Sindrom Reye’s yang dapat mengakibatkan kerusakan otak dan hati.
Kapan sebaiknya ke dokter?
• Hubungi dokter apabila bayi Anda demam dengan temperatur rektal lebih tinggi dari 38 derajat celcius, dan berusia di bawah tiga bulan
• Hubungi dokter apabila temperatur anak pada usia tiga bulan hingga tiga tahun mencapai suhu 39 derajat celcius atau lebih.
• Hubungi dokter apabila anak demam dan hilang nafsu makan, sakit kepala, muntah atau nyeri perut, menangis melebihi biasa, mengalami nyeri pada tenggorokan, sulit bernapas, nyeri pada telinga, dan nyeri ketika berkemih
Demam biasa tidak akan berlangsung lebih dari tiga hari. Hubungi dokter bila temperatur anak tidak turun setelah tiga hari dan telah dilakukan semua tindakan di atas.
http://kesehatan.liputan6.com/read/243323/undefined
Saya tidak langsung membawa Akhdan ke dokter karena kalau dibawa ke dokter pasti diberi obat. Akhdan susah sekali minum obat. Kemudian saya searching diinternet, dapat artikel ini. Jika demam anak lebih dari 3 hari sebaiknya dibawa ke dokter. Saya tunggu perkembangan Akhdan dulu sebelum saya konsultasikan ke dokter. Silakan simak artikelnya:
Demam adalah peningkatan suhu tubuh melebihi normal. Temperatur normal tubuh berkisar antara 36-38 derajat celcius. Anak Anda mengalami demam apabila dengan pengukuran suhu temperatur :
• Termometer pada rektum atau anus melebihi 38 derajat celcius
• Termometer pada mulut melebihi 37,5 derajat celcius
• Termometer pada ketiak melebihi 37 derajat celcius
Apa Penyebab Demam?
Demam terjadi ketika "termostat" dalam tubuh meningkatkan temperatur tubuh di atas batas normal. Termostat ini berada di salah satu bagian otak yang disebut dengan hipotalamus. Hipotalamus akan mengatur temperatur tubuh yang sesuai dan akan mengirimkan sinyal ke tubuh untuk menjaga temperatur normal.
Terkadang hipotalamus akan "mengatur" temperatur tubuh menjadi lebih tinggi sebagai respon terhadap infeksi, penyakit, dan penyebab lainya. Para peneliti mengemukakan bahwa peningkatan temperatur tubuh merupakan cara tubuh untuk melawan kuman yang menyebabkan infeksi dan membuat tubuh sebagai tempat yang tidak nyaman bagi kuman tersebut.
Demam merupakan suatu gejala dan bukanlah penyakit. Demam dapat disebabkan karena infeksi, kondisi yang terlalu panas, imunisasi, dan penyebab lainnya.
Bagaimana mengukur suhu pada anak?
Mengukur suhu dengan menggunakan tangan pada dahi, pipi, atau perut anak bukanlah cara yang baik untuk mengukur demam. Anda sebaiknya mengukur peningkatan suhu pada anak menggunakan termometer untuk meyakinkan bahwa anak Anda terkena demam. Jenis termometer di antaranya adalah termometer raksa, termometer digital, dan termometer timpanik yang diletakkan pada telinga. Cara pengukuran termometer raksa di antaranya adalah :
• Untuk bayi dan balita:
Pengukuran terbaik menggunakan termometer yang diletakkan pada ketiak. Taruh ujung termometer pada pertengahan ketiak, pegang dengan satu tangan dan gunakan tangan yang lain untuk menahan lengan bayi agar tidak terbuka. Tahan termometer selama tiga hingga empat menit
• Usia lima tahun keatas:
Pengukuran terbaik adalah dengan menggunakan termometer yang diletakkan pada mulut. Apabila anak baru makan sesuatu yang dingin atau panas, tunggu 10 menit baru mengukur suhu. Baringkan anak Anda, taruh termometer di bawah lidahnya, beritahukan kepada anak Anda untuk menutup mulutnya namun jangan menggigit. Tahan termometer selama dua hingga tiga menit
Apakah anak sebaiknya dimandikan apabila demam?
Memandikan dengan menggunakan busa atau lap basah merupakan salah satu cara yang baik untuk menurunkan demam apabila anak muntah atau tidak dapat meminum obat penurun demam. Terkadang, mandi dan minum obat penurun demam dapat menurunkan demam dan membuat anak merasa lebih nyaman. Gunakan air hangat dan lap anak Anda dengan busa khusus atau lap mandi.
Bagaimana cara menangani demam pada anak ?
Tanpa obat :
• Bila anak Anda tetap makan, minum, dan bermain seperti biasa, kemungkinan dia tidak membutuhkan obat penurun panas.
• Pakaikan baju yang tipis atau pakaikan hanya pakaian dalam sehingga anak akan melepaskan panas lewat kulitnya.
• Kompres anak dengan menggunakan air hangat pada dahi, leher, ketiak, dada. Jangan biarkan kompres mengering di badan anak, angkat kompres ketika setengah kering, celup kembali di air hangat, peras, letakkan di badan anak.
• Jangan menggunakan alkohol sebagai kompres anak. Alkohol dapat menyebabkan kehilangan panas terlalu cepat sehingga menyebabkan intoksikasi atau keracunan alkohol.
• Tutupi anak dengan selimut tipis apabila anak kedinginan atau menggigil.
• Istirahatkan anak Anda karena aktivitas dapat meningkatkan demam.
• Berikan anak cairan ekstra berupa air, jus, atau susu. Apabila anak tidak mau minum, berikan anak cairan apapun yang dia inginkan.
Dengan obat :
• Obat dapat membantu anak untuk merasa lebih baik namun tidak menghentikan demam.
• Berikan Parasetamol setiap empat jam sekali atau enam kali sehari.
• Bacalah labelnya dan ikuti petunjuk yang ada sesuai dengan umur dan berat badan anak.
• Diskusikan dengan dokter sebelum memberikan Ibuprofen.
• Jangan berikan Aspirin pada anak di bawah 16 tahun karena dapat menyebabkan penyakit yang serius seperti Sindrom Reye’s yang dapat mengakibatkan kerusakan otak dan hati.
Kapan sebaiknya ke dokter?
• Hubungi dokter apabila bayi Anda demam dengan temperatur rektal lebih tinggi dari 38 derajat celcius, dan berusia di bawah tiga bulan
• Hubungi dokter apabila temperatur anak pada usia tiga bulan hingga tiga tahun mencapai suhu 39 derajat celcius atau lebih.
• Hubungi dokter apabila anak demam dan hilang nafsu makan, sakit kepala, muntah atau nyeri perut, menangis melebihi biasa, mengalami nyeri pada tenggorokan, sulit bernapas, nyeri pada telinga, dan nyeri ketika berkemih
Demam biasa tidak akan berlangsung lebih dari tiga hari. Hubungi dokter bila temperatur anak tidak turun setelah tiga hari dan telah dilakukan semua tindakan di atas.
http://kesehatan.liputan6.com/read/243323/undefined
Kamis, 26 Juli 2012
Parasetamol vs Ibuprofen
Beberapa waktu yang lalu ketika saya bermaksud membeli obat penurun panas untuk anak yang mengandung paracetamol di apotek, saya di tawarkan obat yang mengandung ibuprofen (infant ibuprofen) yang dikatakan Asisten Apoteker lebih baik dari pada paracetamol, disatu sisi saya tidak menyalahkan AA tersebut karena ada benarnya tapi yang sangat berbahaya jika tanpa tau sakit dan umur si anak langsung di tawarkan ibuprofen ini sangat berbahaya contohnya: jika ibuprofen di berikan pada penderita kasus demam berdarah (DHF/Dengue Haemoragic Fever) bisa berakibat fatal karena :
1. ibuprofen dapat menyebabkan perdarahan pada lambung dan
2. Ibuprofen dapat mengganggu proses pembekuan darah, sedangkan pada penderita demam berdarah, akan mengalami berkurangnya kemampuan pembekuan darah.
Ibuprofen termasuk kedalam golongan obat anti inflamasi non-steroid.
Ibuprofen bekerja untuk mengurangi rasa sakit, meredakan inflamasi (peradangan) dan demam. Seperti halnya paracetamol, ibuprofen juga dapat dibeli tanpa memerlukan resep dokter. Walaupun infant ibuprofen memang dikhususkan untuk bayi, tetapi obat ini tidak diberikan untuk bayi dibawah 6 bulan atau untuk bayi dengan berat badan kurang dari 7 kg. Dosisnya disesuaikan dengan umur bayi, akan tetapi lebih efektif jika mengukur dosisnya berdasarkan berat badan bayi (10 mg ibuprofen per kilogram berat badan).
Pada prinsipnya, ibuprofen dapat digunakan sebagai pengganti paracetamol, tetapi sebaiknya ikuti dengan seksama instruksi yang tertera pada label kemasan. Generally speaking, ibuprofen digunakan untuk demam yang “membandel” atau suhu tinggi (40oC) disertai dengan peradangan. Pemberian obat ini dapat dilakukan sebanyak 3 – 4 kali dalam 24 jam, tergantung dari usia bayi. Obat ini tidak cocok untuk anak yang mengidap asma. Meskipun sedikit, obat ini juga memiliki efek samping berupa gangguan/iritasi pada lambung (paracetamol tidak memiliki efek ini). Oleh sebab itu, jika anak Anda memiliki lambung yang sensitif sebaiknya jangan mengkonsumsi obat ini. Jika gejala penyakit tidak berkurang setelah 72 jam, segera kunjungi dokter.
catatan : Untuk penurun panas (antipiretik) pada anak yang direkomendasikan oleh WHO sejak thn 1997 hingga kini adalah Paracetamol. Karena Paracetamol relatif lebih aman dibandingkan
dengan obat antipiretik yang lain utk anak.
Untuk aspirin atau asam asetil salisilat / asetil salisilat acid sekarang sudah ditinggalkan
penggunaannya sebagai antipiretik pada anak, karena mempunyai efek samping dapat menimbulkan Sindroma Reye (Reye’s Syndrome) pada anak yang dapat berakibat
fatal. Note : Ibuprofen sendiri tidak menyebabkan Reye’s Syndrome.
Sedangkan Paracetamol sendiri bukannya tidak mempunyai efek samping, loh. Efek sampingnya adalah hepatotoksik, atau terganggunya fungsi hati/hepar/liver…. Tetapi jika dalam dosis terapi masih aman.
Hepatotoksik dapat timbul jika :
1. Dosis harian (dosis yang diminum dalam satu hari) melebihi 8 gram (=16 tablet Paracetamol, 1tab Paracetamol biasanya 500mg atau jika menggunakan Paracetamol syrup = 32 sendok takar 5 ml dalam sehari) Note : pada anak dosis harian Paracetamol sirup = 3 -
4 x 250 mg atau 3 – 4 x sendok takar 5ml.
2. Penggunaannya dalam jangka waktu lama, biasanya lebih dari 14 hari.
Jadi jika Paracetamol digunakan pada anak dalam dosis 3-4 X 250 mg per hari atau sampai 3-4 X 500 mg per hari pada dewasa, selama 3 – 7 hari, masih aman dan jauh dari kemungkinan timbulnya hepatotoksik tadi.
http://ifrsudcurup.wordpress.com/2010/09/14/untuk-demam-anak-parasetamol-atau-ibuprofen/
Selasa, 17 Juli 2012
FLU PADA BAYI
OBAT FLU UNTUK BAYI
Kalau bayi ASI eksklusif terserang flu, apakah tetap tak perlu minum obat?
Bayi yang mendapat ASI saja hingga 6 bulan, tanpa tambahan asupan apa pun, terbukti lebih jarang terserang flu dan penyakit infeksi lain. ASI, seperti diketahui, mengandung zat-zat kekebalan tubuh (imunoglobulin) yang tidak terdapat pada susu formula. Namun begitu, bukan tidak mungkin bayi ASI pun terpapar influenza. Mengapa demikian? “Daya tahan tubuh yang rentan menyebabkan bayi mudah tertular batuk-pilek. Terutama dari orang-orang di sekitarnya yang sedang sakit flu. Jadi bukan karena ASI-nya yang tidak mujarab lo. Bisa dibayangkan bayi yang mendapat ASI eksklusif saja berpeluang terkena flu, apalagi bayi yang tidak ASI,” jawab Dr. Attila Dewanti, Sp.A.
Yang perlu diketahui, flu pada bayi tidak jauh berbeda dengan flu pada orang dewasa. Bayi akan mengalami gejala-gejala seperti hidung tersumbat, bersin-bersin, kadang disertai demam juga kemerahan di sekitar hidung dan mata. Si kecil jadi acap rewel dan susah tidur. Wajar bila orangtua jadi khawatir. Namun Attila tidak menyarankan kita untuk buru-buru memberinya obat-obatan yang membuat pemberian ASI jadi tidak eksklusif lagi.
Persoalannya, kalau tidak minum obat apakah flu pada bayi bisa sembuh sendiri? Bisa, kok, karena penyebab penyakit flu adalah virus yang umumnya akan mereda dalam waktu 4-7 hari. Hingga saat ini pun sebenarnya belum ada obat mujarab untuk membunuh virus. Obat flu yang ada hanya sekadar untuk meringankan gejala-gejalanya saja, seperti obat penurun demam, pelega hidung tersumbat, dan pengencer lendir.
Jadi memungkinkan sekali menyembuhkan flu bayi tanpa obatan-obatan. Caranya? Inilah kiat-kiatnya:
Meningkatkan imunitas
Dengan imunitas yang baik, bayi akan mampu membunuh virus yang menyerangnya. Saat ia terpapar flu, gempur penyakit itu dengan terus memberikan ASI. Malah kalau memungkinkan frekuensinya dipersering. Jangan lupa tingkatkan kualitas dan kuantitas ASI ibu dengan mengonsumsi makanan dan minuman kaya vitamin.
Perbanyak asupan cairan
Untuk bayi di bawah 6 bulan, cairan hanya berupa ASI. Asupan cairan baik untuk mengontrol panas tubuh bayi, menghindarkan dirinya dari bahaya dehidrasi dan menjaga kondisi bayi agar tidak lebih parah.
Mengeluarkan lendir
Ingus (bila keluar dari hidung) atau dahak (dari tenggorokan) bukanlah penyakit. Justru lendir tersebut adalah mekanisme pertahanan tubuh untuk mengeluarkan virus flu yang sedang menyerang. Bayi yang mengalami kesulitan mengeluarkan ingus mesti dibantu dengan menyedotnya agar tidak menghambat saluran pernapasannya (untuk caranya lihat boks).
Jika lendirnya kering dan hidung bayi tersumbat, cukup berikan obat tetes NaCL fisiologis 0.9% (20 ml) untuk melembapkan saluran pernapasannya. Teteskan paling tidak 3 kali sehari. Lendir yang lebih encer akan lebih mudah dikeluarkan lewat bersin, ingus di hidung, batuk, atau masuk ke dalam pencernaan bayi.
Buat ruangan menjadi hangat
Ciptakan ruangan sehangat mungkin. Hindari udara yang terlalu kering. Jadi sebaiknya perhatikan pemakaian AC. Hawa kering dan dingin yang ditimbulkan penyejuk rungan bisa membuat lendir bayi mengering yang semakin membuatnya sulit bernapas.
Ciptakan rasa nyaman dan aman
Flu membuat bayi cenderung rewel. Untuk itu beri dia rasa nyaman. Masing-masing ibu biasanya memiliki cara tersendiri untuk itu. Namun perlu diketahui, menggendong dengan teknik kontak kulit ke kulit (bayi didekap di dada ibu) baik untuk menetralisasi panas tubuh si kecil. Menjemur bayi antara pukul 07.00-08.00 pun membantu mengatasi flu.
Lakukan fisioterapi
Bila dengan berbagai cara, flu yang diderita si kecil belum juga membaik dalam beberapa hari, pertimbangkan untuk melakukan inhalasi dengan membawa bayi ke klinik fisioterapi. Dengan fisioterapi lendir yang ada di saluran pernapasan anak juga akan luluh dan terbuang lewat feses.
OBAT FLU BAYI TIDAK ASI
Sebenarnya treatment untuk bayi tidak ASI yang sedang menderita flu tidak jauh berbeda. Tak perlu tergesa-gesa memberinya obat dan lakukanlah hal-hal di atas tadi. Cukup dengan asupan susu formula yang lebih banyak dan air putih. Bagi bayi 6 bulan ke atas (yang sudah mendapatkan makanan padat), buah segar dan sup/air kaldu akan membantu mengatasi hidung mampatnya.
Namun, bila flu dirasa begitu mengganggu (bayi terus-menerus menangis, demam tidak turun, sulit tidur), obat-obatan mulai bisa dipertimbangkan. Ini agar flu tidak sampai mengganggu kenyamanannya. Inilah beberapa obat yang dapat digunakan untuk meringankan flu pada bayi:
Obat-obatan golongan antihistamin untuk mengurangi produk lendir sehingga napasnya menjadi lega kembali.
Obat penurun panas (ada yang mengandung asetamenofen/parasetamol atau ibuprofen) konsultasikan pada dokter anak Anda. Bila demamnya tinggi kombinasikan dengan kompres.
Obat pereda batuk (bila ada gejala batuk yang parah). Batuk berdahak bisa juga diatasi dengan inhalasi.
Suplemen vitamin diberikan agar pemulihan kondisi si kecil bisa lebih cepat. Bila nafsu makannya menurun, akan diberikan juga vitamin penambah nafsu makan bagi bayi yang sudah mendapat makanan pendamping ASI.
Hindari pemberian antibiotik karena antibiotik bukanlah obat untuk flu.
MEMBUANG INGUS
Menyedot ingus bisa dilakukan dengan mulut ibu. Namun, cara ini bukan tidak mengandung risiko. Mulut manusia, terutama bila dalam keadaan sakit, merupakan sarang kuman. Bagi orang dewasa, kuman-kuman tersebut mungkin tidak menimbulkan masalah besar. Namun bagi bayi, kuman tetaplah benda asing yang bisa membahayakan kesehatannya. Bagi bayi yang lemah, kuman di mulut ibu bisa menjadi sumber penyakit lain. Flu biasa justru bisa makin parah.
Alat sedot lendir yang banyak dijual di pasaran juga tidak bisa dikatakan aman 100%. Cara penggunaannya yang harus dimasukkan ke hidung bayi dapat mengiritasi. Lendirnya pun tidak dapat tersedot banyak. Apalagi menyedot ingus bayi dengan alat sedot mesin, cara ini tidak dianjurkan karena kelewat agresif.
Yang terbaik, lap saja hidung bayi yang beringus dengan cara menekan lembut dengan sapu tangan atau tisu bersih. Tekanan ini membantu mengeluarkan lendirnya di hidung. Untuk membersihkan bekas lendir yang sudah mengering di sekitar lubang hidung bayi, gunakan cotton bud yang sudah dibasahi. Jangan memasukkan cotton bud terlalu dalam.
KAPAN MENGHUBUNGI DOKTER
Jika anak demam
Bayi <>
Bayi 3-6 bulan dengan suhu tubuh 38,5°C
Bayi > 6 bulan dengan suhu tubuh 38,5-39°C
Demam sudah berlangsung 72 jam
Susah minum atau tidak mau minum (dikhawatirkan akan dehidrasi)
Rewel/menangis terus-menerus atau tidak dapat ditenangkan
Tidur terus-menerus, lemas dan sulit dibangunkan (lethargic)
Kejang atau kaku kuduk leher
Sesak napas
Muntah
Diare terus-menerus
Selesma
Demam lebih dari 72 jam
Batuk lebih dari satu minggu. Atau batuk hebat dengan muntah- muntah.
Rewel
Tidur terus-menerus
Sesak napas atau tampak kebiruan sekitar bibir dan mulut.
Jarang buang air kecil atau tidak mau minum.
Dahak ada darahnya.
Ingus hijau kental lebih dari 2 minggu.
Batuk
Mengalami kesulitan bernapas (ditandai dengan bernapas sekuat tenaga; tampak otot-otot di sela-sela iga tertarik ke dalam.
Bayi berusia <>
Batuk-batuk yang membuat bayi sampai sulit bernapas
Ada darah pada dahak (kecuali bila anak baru saja mengalami mimisan, maka biasanya darah di dahaknya tidak perlu dikhawatirkan)
IBU YANG MINUM OBAT?
Salah besar bila ada anggapan, untuk menyembuhkan flu yang diderita bayi, cukup ibu (menyusui) saja yang minum obatnya. Toh, nanti obat itu akan masuk ke tubuh bayi melalui ASI. Ini jelas tidak benar. Berbeda kalau ibu menyusui yang terkena flu, tentu boleh minum obat. Tapi obatnya mesti yang aman bagi ibu menyusui. Untuk itu konsultasikan sebelumnya dengan dokter.
Semoga Bermanfaat
Sumber: http://www.tabloid-nakita.com
Kalau bayi ASI eksklusif terserang flu, apakah tetap tak perlu minum obat?
Bayi yang mendapat ASI saja hingga 6 bulan, tanpa tambahan asupan apa pun, terbukti lebih jarang terserang flu dan penyakit infeksi lain. ASI, seperti diketahui, mengandung zat-zat kekebalan tubuh (imunoglobulin) yang tidak terdapat pada susu formula. Namun begitu, bukan tidak mungkin bayi ASI pun terpapar influenza. Mengapa demikian? “Daya tahan tubuh yang rentan menyebabkan bayi mudah tertular batuk-pilek. Terutama dari orang-orang di sekitarnya yang sedang sakit flu. Jadi bukan karena ASI-nya yang tidak mujarab lo. Bisa dibayangkan bayi yang mendapat ASI eksklusif saja berpeluang terkena flu, apalagi bayi yang tidak ASI,” jawab Dr. Attila Dewanti, Sp.A.
Yang perlu diketahui, flu pada bayi tidak jauh berbeda dengan flu pada orang dewasa. Bayi akan mengalami gejala-gejala seperti hidung tersumbat, bersin-bersin, kadang disertai demam juga kemerahan di sekitar hidung dan mata. Si kecil jadi acap rewel dan susah tidur. Wajar bila orangtua jadi khawatir. Namun Attila tidak menyarankan kita untuk buru-buru memberinya obat-obatan yang membuat pemberian ASI jadi tidak eksklusif lagi.
Persoalannya, kalau tidak minum obat apakah flu pada bayi bisa sembuh sendiri? Bisa, kok, karena penyebab penyakit flu adalah virus yang umumnya akan mereda dalam waktu 4-7 hari. Hingga saat ini pun sebenarnya belum ada obat mujarab untuk membunuh virus. Obat flu yang ada hanya sekadar untuk meringankan gejala-gejalanya saja, seperti obat penurun demam, pelega hidung tersumbat, dan pengencer lendir.
Jadi memungkinkan sekali menyembuhkan flu bayi tanpa obatan-obatan. Caranya? Inilah kiat-kiatnya:
Meningkatkan imunitas
Dengan imunitas yang baik, bayi akan mampu membunuh virus yang menyerangnya. Saat ia terpapar flu, gempur penyakit itu dengan terus memberikan ASI. Malah kalau memungkinkan frekuensinya dipersering. Jangan lupa tingkatkan kualitas dan kuantitas ASI ibu dengan mengonsumsi makanan dan minuman kaya vitamin.
Perbanyak asupan cairan
Untuk bayi di bawah 6 bulan, cairan hanya berupa ASI. Asupan cairan baik untuk mengontrol panas tubuh bayi, menghindarkan dirinya dari bahaya dehidrasi dan menjaga kondisi bayi agar tidak lebih parah.
Mengeluarkan lendir
Ingus (bila keluar dari hidung) atau dahak (dari tenggorokan) bukanlah penyakit. Justru lendir tersebut adalah mekanisme pertahanan tubuh untuk mengeluarkan virus flu yang sedang menyerang. Bayi yang mengalami kesulitan mengeluarkan ingus mesti dibantu dengan menyedotnya agar tidak menghambat saluran pernapasannya (untuk caranya lihat boks).
Jika lendirnya kering dan hidung bayi tersumbat, cukup berikan obat tetes NaCL fisiologis 0.9% (20 ml) untuk melembapkan saluran pernapasannya. Teteskan paling tidak 3 kali sehari. Lendir yang lebih encer akan lebih mudah dikeluarkan lewat bersin, ingus di hidung, batuk, atau masuk ke dalam pencernaan bayi.
Buat ruangan menjadi hangat
Ciptakan ruangan sehangat mungkin. Hindari udara yang terlalu kering. Jadi sebaiknya perhatikan pemakaian AC. Hawa kering dan dingin yang ditimbulkan penyejuk rungan bisa membuat lendir bayi mengering yang semakin membuatnya sulit bernapas.
Ciptakan rasa nyaman dan aman
Flu membuat bayi cenderung rewel. Untuk itu beri dia rasa nyaman. Masing-masing ibu biasanya memiliki cara tersendiri untuk itu. Namun perlu diketahui, menggendong dengan teknik kontak kulit ke kulit (bayi didekap di dada ibu) baik untuk menetralisasi panas tubuh si kecil. Menjemur bayi antara pukul 07.00-08.00 pun membantu mengatasi flu.
Lakukan fisioterapi
Bila dengan berbagai cara, flu yang diderita si kecil belum juga membaik dalam beberapa hari, pertimbangkan untuk melakukan inhalasi dengan membawa bayi ke klinik fisioterapi. Dengan fisioterapi lendir yang ada di saluran pernapasan anak juga akan luluh dan terbuang lewat feses.
OBAT FLU BAYI TIDAK ASI
Sebenarnya treatment untuk bayi tidak ASI yang sedang menderita flu tidak jauh berbeda. Tak perlu tergesa-gesa memberinya obat dan lakukanlah hal-hal di atas tadi. Cukup dengan asupan susu formula yang lebih banyak dan air putih. Bagi bayi 6 bulan ke atas (yang sudah mendapatkan makanan padat), buah segar dan sup/air kaldu akan membantu mengatasi hidung mampatnya.
Namun, bila flu dirasa begitu mengganggu (bayi terus-menerus menangis, demam tidak turun, sulit tidur), obat-obatan mulai bisa dipertimbangkan. Ini agar flu tidak sampai mengganggu kenyamanannya. Inilah beberapa obat yang dapat digunakan untuk meringankan flu pada bayi:
Obat-obatan golongan antihistamin untuk mengurangi produk lendir sehingga napasnya menjadi lega kembali.
Obat penurun panas (ada yang mengandung asetamenofen/parasetamol atau ibuprofen) konsultasikan pada dokter anak Anda. Bila demamnya tinggi kombinasikan dengan kompres.
Obat pereda batuk (bila ada gejala batuk yang parah). Batuk berdahak bisa juga diatasi dengan inhalasi.
Suplemen vitamin diberikan agar pemulihan kondisi si kecil bisa lebih cepat. Bila nafsu makannya menurun, akan diberikan juga vitamin penambah nafsu makan bagi bayi yang sudah mendapat makanan pendamping ASI.
Hindari pemberian antibiotik karena antibiotik bukanlah obat untuk flu.
MEMBUANG INGUS
Menyedot ingus bisa dilakukan dengan mulut ibu. Namun, cara ini bukan tidak mengandung risiko. Mulut manusia, terutama bila dalam keadaan sakit, merupakan sarang kuman. Bagi orang dewasa, kuman-kuman tersebut mungkin tidak menimbulkan masalah besar. Namun bagi bayi, kuman tetaplah benda asing yang bisa membahayakan kesehatannya. Bagi bayi yang lemah, kuman di mulut ibu bisa menjadi sumber penyakit lain. Flu biasa justru bisa makin parah.
Alat sedot lendir yang banyak dijual di pasaran juga tidak bisa dikatakan aman 100%. Cara penggunaannya yang harus dimasukkan ke hidung bayi dapat mengiritasi. Lendirnya pun tidak dapat tersedot banyak. Apalagi menyedot ingus bayi dengan alat sedot mesin, cara ini tidak dianjurkan karena kelewat agresif.
Yang terbaik, lap saja hidung bayi yang beringus dengan cara menekan lembut dengan sapu tangan atau tisu bersih. Tekanan ini membantu mengeluarkan lendirnya di hidung. Untuk membersihkan bekas lendir yang sudah mengering di sekitar lubang hidung bayi, gunakan cotton bud yang sudah dibasahi. Jangan memasukkan cotton bud terlalu dalam.
KAPAN MENGHUBUNGI DOKTER
Jika anak demam
Bayi <>
Bayi 3-6 bulan dengan suhu tubuh 38,5°C
Bayi > 6 bulan dengan suhu tubuh 38,5-39°C
Demam sudah berlangsung 72 jam
Susah minum atau tidak mau minum (dikhawatirkan akan dehidrasi)
Rewel/menangis terus-menerus atau tidak dapat ditenangkan
Tidur terus-menerus, lemas dan sulit dibangunkan (lethargic)
Kejang atau kaku kuduk leher
Sesak napas
Muntah
Diare terus-menerus
Selesma
Demam lebih dari 72 jam
Batuk lebih dari satu minggu. Atau batuk hebat dengan muntah- muntah.
Rewel
Tidur terus-menerus
Sesak napas atau tampak kebiruan sekitar bibir dan mulut.
Jarang buang air kecil atau tidak mau minum.
Dahak ada darahnya.
Ingus hijau kental lebih dari 2 minggu.
Batuk
Mengalami kesulitan bernapas (ditandai dengan bernapas sekuat tenaga; tampak otot-otot di sela-sela iga tertarik ke dalam.
Bayi berusia <>
Batuk-batuk yang membuat bayi sampai sulit bernapas
Ada darah pada dahak (kecuali bila anak baru saja mengalami mimisan, maka biasanya darah di dahaknya tidak perlu dikhawatirkan)
IBU YANG MINUM OBAT?
Salah besar bila ada anggapan, untuk menyembuhkan flu yang diderita bayi, cukup ibu (menyusui) saja yang minum obatnya. Toh, nanti obat itu akan masuk ke tubuh bayi melalui ASI. Ini jelas tidak benar. Berbeda kalau ibu menyusui yang terkena flu, tentu boleh minum obat. Tapi obatnya mesti yang aman bagi ibu menyusui. Untuk itu konsultasikan sebelumnya dengan dokter.
Semoga Bermanfaat
Sumber: http://www.tabloid-nakita.com
Hati-hati dengan Antibiotik
Salah satu artikel yang sepertinya patut kita baca, untuk direnungkan, bahwa untuk putra-putri tercinta kita yang sakit, sebaiknya kita memberikan pengobatan yang rasional. Artikel yang saya kutip dari cerita dr. Agnes:
Di Mana Salahnya?
Malik tergolek lemas. Matanya sayu. Bibirnya pecah-pecah. Wajahnya kian tirus. Di mataku ia berubah seperti anak dua tahun kurang gizi. Biasanya aku selalu mendengar celoteh dan tawanya di pagi hari. Kini tersenyum pun ia tak mau. Sesekali ia muntah. Dan setiap melihatnya muntah, hatiku ...tergores-gores rasanya. Lambungnya diperas habis-habisan seumpama ampas kelapa yang tak lagi bisa mengeluarkan santan. Pedih sekali melihatnya terkaing-kaing seperti itu.
Waktu itu, belum sebulan aku tinggal di Belanda, dan putraku Malik terkena demam tinggi. Setelah tiga hari tak juga ada perbaikan aku membawanya ke huisart (dokter keluarga) kami, dokter Knol namanya.
"Just wait and see. Don’t forget to drink a lot. Mostly this is a viral infection." kata dokter tua itu.
"Ha? Just wait and see? Apa dia nggak liat anakku dying begitu?" batinku meradang. Ya…ya…aku tahu sih masih sulit untuk menentukan diagnosa pada kasus demam tiga hari tanpa ada gejala lain. Tapi masak sih nggak diapa-apain. Dikasih obat juga enggak! Huh! Dokter Belanda memang keterlaluan! Aku betul-betul menahan kesal.
"Obat penurun panas Dok?" tanyaku lagi.
"Actually that is not necessary if the fever below 40 C."
Waks! Nggak perlu dikasih obat panas? Kalau anakku kenapa-kenapa memangnya dia mau nanggung? Kesalku kian membuncah. Tapi aku tak ingin ngeyel soal obat penurun panas. Sebetulnya di rumah aku sudah memberi Malik obat penurun panas, tapi aku ingin dokter itu memberi obat jenis lain. Sudah lama kudengar bahwa dokter disini pelit obat. Karena itu aku membawa setumpuk obat-obatan dari Indonesia, termasuk obat penurun panas.
Dua hari kemudian, demam Malik tak kunjung turun dan frekuensi muntahnya juga bertambah. Aku segera kembali ke dokter. Tapi si dokter tetap menyuruhku wait and see. Pemeriksaan laboratorium baru akan dilakukan bila panas anakku menetap hingga hari ke tujuh.
"Anakku ini suka muntah-muntah juga Dok," kataku.
Lalu si dokter menekan-nekan perut anakku. "Apakah dia sudah minum suatu obat?"
Aku mengangguk. "Ibuprofen syrup Dok," jawabku.
Eh tak tahunya mendengar jawabanku, si dokter malah ngomel-ngomel, "Kenapa kamu kasih syrup Ibuprofen? Pantas saja dia muntah-muntah. Ibuprofen itu sebaiknya tidak diberikan untuk anak-anak, karena efeknya bisa mengiritasi lambung. Untuk anak-anak lebih baik beri paracetamol saja."
Huuh! Walaupun dokter itu mengomel sambil tersenyum ramah, tapi aku betul-betul jengkel dibuatnya. Jelek-jelek begini gue lulusan fakultas kedokteran tau! Nah kalau buat anak nggak baik kenapa di Indonesia obat itu bertebaran! Batinku meradang.
Untungnya aku masih bisa menahan diri. Tapi setibanya dirumah, suamiku langsung menjadi korban kekesalanku."Lha wong di Indonesia, dosenku aja ngasih obat penurun panas nggak pake diukur suhunya je. Mau 37 keq, 38 apa 39 derajat keq, tiap ke dokter dan bilang anakku sakit panas, penurun panas ya pasti dikasih. Sirup ibuprofen juga dikasih koq ke anak yang panas, bukan cuma parasetamol. Masa dia bilang ibuprofen nggak baik buat anak!" Seperti rentetan peluru, kicauanku bertubi-tubi keluar dari mulutku.
"Mana Malik nggak dikasih apa-apa pulak, cuma suruh minum parasetamol doang, itu pun kalau suhunya diatas 40 derajat C! Duuh memang keterlaluan Yah dokter Belanda itu!"
Suamiku menimpali, "Lho, kalau Mama punya alasan, kenapa tadi nggak bilang ke dokternya?"
Aku menarik napas panjang. "Hmm…tadi aku sudah kadung bete sama si dokter, rasanya ingin buru-buru pulang saja. Tapi…alasannya apa ya?"
Mendadak aku kebingungan. Aku akui, sewaktu praktek menjadi dokter dulu, aku lebih banyak mencontek apa yang dilakukan senior. Tiga bulan menjadi co-asisten di bagian anak memang membuatku kelimpungan dan belajar banyak hal, tapi hanya secuil-secuil ilmu yang kudapat. Persis seperti orang yang katanya travelling keliling Eropa dalam dua minggu. Menclok sebentar di Paris, lalu dua hari pergi ke Roma. Dua hari di Amsterdam, kemudian tiga hari mengunjungi Vienna. Puas beberapa hari berdiam di Berlin dan Swiss, kemudian waktu habis. Tibalah saatnya pulang lagi ke Indonesia. Tampaknya orang itu sudah keliling Eropa, padahal ia hanya mengunjungi ibukota utama saja. Masih banyak sekali negara dan kota-kota di Eropa yang belum disambanginya. Dan itu lah yang terjadi pada kami, pemuda-pemudi fresh graduate from the oven Fakultas Kedokteran. Malah kadang-kadang apa yang sudah kami pelajari dulu, kasusnya tak pernah kami jumpai dalam praktek sehari-hari. Berharap bisa memberikan resep cespleng seperti dokter-dokter senior, akhirnya kami pun sering mengintip resep ajian senior!
Setelah Malik sembuh, beberapa minggu kemudian, Lala, putri pertamaku ikut-ikutan sakit. Suara Srat..srut..srat srut dari hidungnya bersahut-sahutan. Sesekali wajahnya memerah gelap dan bola matanya seperti mau copot saat batuknya menggila. Kadang hingga bermenit-menit batuknya tak berhenti. Sesak rasanya dadaku setiap kali mendengarnya batuk. Suara uhuk-uhuk itu baru reda jika ia memuntahkan semua isi perut dan kerongkongannya. Duuh Gustiiii…kenapa tidak Kau pindahkan saja rasa sakitnya padaku Nyerii rasanya hatiku melihat rautnya yang seperti itu. Kuberikan obat batuk yang kubawa dari Indonesia pada putriku. Tapi batuknya tak kunjung hilang dan ingusnya masih meler saja. Lima hari kemudian, Lala pun segera kubawa ke huisart. Dan lagi-lagi dokter itu mengecewakan aku.
"Just drink a lot," katanya ringan.
Aduuuh Dook! Tapi anakku tuh matanya sampai kayak mata sapi melotot kalau batuk, batinku kesal. "Apa nggak perlu dikasih antibiotik Dok?" tanyaku tak puas.
"This is mostly a viral infection, no need for an antibiotik," jawabnya lagi.
Ggrh…gregetan deh rasanya. Lalu ngapain dong aku ke dokter, kalo tiap ke dokter pulang nggak pernah dikasih obat. Paling enggak kasih vitamin keq! omelku dalam hati. "Lalu Dok, buat batuknya gimana Dok? Batuknya tuh betul-betul terus-terusan," kataku ngeyel.
Dengan santai si dokter pun menjawab, "Ya udah beli aja obat batuk Thyme syrop. Di toko obat juga banyak koq."
Hmm…lumayan lah… kali ini aku pulang dari dokter bisa membawa obat, walau itu pun harus dengan perjuangan ngeyel setengah mati dan walau ternyata isi obat Thyme itu hanya berisi ekstrak daun thyme dan madu.
"Kenapa sih negara ini, katanya negara maju, tapi koq dokternya kayak begini." Aku masih saja sering mengomel soal huisart kami kepada suamiku. Saat itu aku memang belum memiliki waktu untuk berintim-intim dengan internet. Jadi yang ada di kepalaku, cara berobat yang betul adalah seperti di Indonesia. Di Indonesia, anak-anakku punya langganan beberapa dokter spesialis anak. Dokter-dokter ini pernah menjadi dosenku ketika aku kuliah. Maklum, walaupun aku lulusan fakultas kedokteran, tapi aku malah tidak pede mengobati anakanakku sendiri. Dan walaupun anak-anakku hanya menderita penyakit sehari-hari yang umum terjadi pada anak seperti demam, batuk pilek, mencret, aku tetap membawa mereka ke dokter anak. Meski baru sehari, dua atau tiga hari mereka sakit, buru-buru mereka kubawa ke dokter. Tak pernah aku pulang tanpa obat. Dan tentu saja obat dewa itu, sang antibiotik, selalu ada dalam kantong plastik obatku.
Tak lama berselang putriku memang sembuh. Tapi sebulan kemudian ia sakit lagi. Batuk pilek putriku kali ini termasuk ringan, tapi hampir dua bulan sekali ia sakit. Dua bulan sekali memang lebih mendingan karena di Indonesia dulu, hampir tiap dua minggu ia sakit. Karena khawatir ada yang tak beres, lagi-lagi aku membawanya ke huisart.
"Dok anak ini koq sakit batuk pilek melulu ya, kenapa ya Dok.?
Setelah mendengarkan dada putriku dengan stetoskop, melihat tonsilnya, dan lubang hidungnya, huisart-ku menjawab,"Nothing to worry. Just a viral infection."
Aduuuh Doook… apa nggak ada kata-kata lain selain viral infection seh! Lagi lagi aku sebal. "Tapi Dok, dia sering banget sakit, hampir tiap sebulan atau dua bulan Dok," aku ngeyel seperti biasa.
Dokter tua yang sebetulnya baik dan ramah itu tersenyum. "Do you know how many times normally children get sick every year?"
Aku terdiam. Tak tahu harus menjawab apa. "enam kali," jawabku asal.
"Twelve time in a year, researcher said," katanya sambil tersenyum lebar. "Sebetulnya kamu tak perlu ke dokter kalau penyakit anakmu tak terlalu berat," sambungnya.
Glek! Aku cuma bisa menelan ludah. Dijawab dengan data-data ilmiah seperti itu, kali ini aku pulang ke rumah dengan perasaan malu. Hmm…apa aku yang salah? Dimana salahnya? Ah sudahlah…barangkali si dokter benar, barangkali memang aku yang selama ini kurang belajar.
Setelah aku bisa beradaptasi dengan kehidupan di negara Belanda, aku mulai berinteraksi dengan internet. Suatu saat aku menemukan artikel milik Prof. Iwan Darmansjah, seorang ahli obat-obatan dari Fakultas Kedokteran UI. Bunyinya begini: "Batuk - pilek beserta demam yang terjadi sekali-kali dalam 6 - 12 bulan sebenarnya masih dinilai wajar. Tetapi observasi menunjukkan bahwa kunjungan ke dokter bisa terjadi setiap 2 - 3 minggu selama bertahun-tahun." Wah persis seperti yang dikatakan huisartku, batinku. Dan betul anak-anakku memang sering sekali sakit sewaktu di Indonesia dulu. "Bila ini yang terjadi, maka ada dua kemungkinan kesalahkaprahan dalam penanganannya," Lanjut artikel itu. "Pertama, pengobatan yang diberikan selalu mengandung antibiotik. Padahal 95% serangan batuk pilek dengan atau tanpa demam disebabkan oleh virus, dan antibiotik tidak dapat membunuh virus. Di lain pihak, antibiotik malah membunuh kuman baik dalam tubuh, yang berfungsi menjaga keseimbangan dan menghindarkan kuman jahat menyerang tubuh. Ia juga mengurangi imunitas si anak, sehingga daya tahannya menurun. Akibatnya anak jatuh sakit setiap 2 - 3 minggu dan perlu berobat lagi.
Lingkaran setan ini: sakit –> antibiotik-> imunitas menurun -> sakit lagi, akan membuat si anak diganggu panas-batuk-pilek sepanjang tahun, selama bertahun-tahun."
Hwaaaa! Rupanya ini lah yang selama ini terjadi pada anakku. Duuh…duuh..kemana saja aku selama ini sehingga tak menyadari kesalahan yang kubuat sendiri pada anak-anakku. Eh..sebetulnya..bukan salahku dong. Aku kan sudah membawa mereka ke dokter spesialis anak. Sekali lagi, mereka itu dosenku lho! Masa sih aku tak percaya kepada mereka. Dan rupanya, setelah di Belanda 'dipaksa' tak lagi pernah mendapat antibiotik untuk penyakit khas anak-anak sehari-hari, sekarang kondisi anak-anakku jauh lebih baik. Disini, mereka jadi jarang sakit, hanya diawal-awal kedatangan saja mereka sakit.
Kemudian, aku membaca lagi artikel-artikel lain milik prof Iwan Darmansjah. Dan di suatu titik, aku tercenung mengingat kata-kata 'pengobatan rasional'. Lho…bukankah dulu aku juga pernah mendapatkan kuliah tentang apa itu pengobatan rasional. Hey! Lalu kemana perginya ingatan itu? Jadi, apa yang selama ini kulakukan, tidak meneliti baik-baik obat yang kuberikan pada anak-anakku, sedikit-sedikit memberi obat penurun panas, sedikit-sedikit memberi antibiotik, baru sehari atau dua hari anak mengalami sakit ringan seperti, batuk, pilek, demam, mencret, aku sudah panik dan segera membawa anak ke dokter, serta sedikit-sedikit memberi vitamin. Rupanya adalah tindakan yang sama sekali tidak rasional! Hmm... kalau begitu, sistem kesehatan di Belanda adalah sebuah contoh sistem yang menerapkan betul apa itu pengobatan rasional.
Belakangan aku pun baru mengetahui bahwa ibuprofen memang lebih efektif menurunkan demam pada anak, sehingga di banyak negara termasuk Amerika Serikat, ibuprofen dipakai secara luas untuk anak-anak. Tetapi karena resiko efek sampingnya lebih besar, Belgia dan Belanda menetapkan kebijakan lain. Walaupun obat ibuprofen juga tersedia di apotek dan boleh digunakan untuk usia anak diatas 6 bulan, namun di kedua negara ini, parasetamol tetap dinyatakan sebagai obat pilihan pertama pada anak yang mengalami demam. "Duh, untung ya Yah aku nggak bilang ke huisart kita kalo aku ini di Indonesia adalah seorang dokter. Kalo iya malu-maluin banget nggak sih, ketauan begonya hehe," kataku pada suamiku.
Jadi, bagaimana dengan para orangtua di Indonesia? Aku tak ingin berbicara terlalu jauh soal mereka-mereka yang tinggal di desa atau orang-orang yang terpinggirkan, ceritanya bisa lain. Karena kekurangan dan ketidakmampuan, untuk kasus penyakit anak sehari-hari, orang-orang desa itu malah relatif 'terlindungi' dari paparan obat-obatan yang tak perlu. Sementara kita yang tinggal di kota besar, yang cukup berduit, sudah melek sekolah, internet dan pengetahuan, malah kebanyakan selalu dokter-minded dan gampang dijadikan sasaran oleh perusahaan obat dan media. Batuk pilek sedikit ke dokter, demam sedikit ke dokter, mencret sedikit ke dokter. Kalau pergi ke dokter lalu tak diberi obat, biasanya kita malah ngomel-ngomel, 'memaksa' agar si dokter memberikan obat. Iklan-iklan obat pun bertebaran di media, bahkan tak jarang dokter-dokter 'menjual' obat tertentu melalui media. Padahal mestinya dokter dilarang mengiklankan suatu produk obat.
Dan bagaimana pula dengan teman-teman sejawatku dan dosen-dosenku yang kerap memberikan antibiotik dan obat-obatan yang tidak perlu pada pasien batuk, pilek, demam, mencret? Malah aku sendiri dulu pun melakukannya karena nyontek senior. Apakah manfaatnya lebih besar dibandingkan resikonya? Tentu saja tidak. Biaya pengobatan membengkak, anak malah gampang sakit dan terpapar obat yang tak perlu. Belum lagi bahaya besar jelas mengancam seluruh umat manusia: superbug, resitensi antibiotik! Tapi mengapa semua itu terjadi?
Duuh Tuhan, aku tahu sesungguhnya Engkau tak menyukai sesuatu yang sia-sia dan tak ada manfaatnya. Namun selama ini aku telah alpa. Sebagai orangtua, bahkan aku sendiri yang mengaku lulusan fakultas kedokteran ini, telah terlena dan tak menyadari semuanya. Aku tak akan eling kalau aku tidak menyaksikan sendiri dan tidak tinggal di negeri kompeni ini. Apalagi dengan masyarakat awam, para orangtua baru yang memiliki anak-anak kecil itu. Jadi bagaimana mengurai keruwetan ini seharusnya? Uh! Memikirkannya aku seperti terperosok ke lubang raksasa hitam. Aku tak tahu, sungguh!
Tapi yang pasti kini aku sadar…telah terjadi kesalahan paradigma pada kebanyakan kita di Indonesia dalam menghadapi anak sakit. Disini aku sering pulang dari dokter tanpa membawa obat. Aku ke dokter biasanya 'hanya' untuk konsultasi, memastikan diagnosa penyakit anakku dan penanganan terbaiknya, serta meyakinkan diriku bahwa anakku baik-baik saja.
Tapi di Indonesia, bukankah paradigma yang masih kerap dipegang adalah ke dokter = dapat obat? Sehingga tak jarang dokter malah tidak bisa bertindak rasional karena tuntutan pasien. Aku juga sadar sistem kesehatan di Indonesia memang masih ruwet. Kebijakan obat nasional belum berpihak pada rakyat. Perusahaan obat bebas beraksi‘ tanpa ada peraturan dan hukum yang tegas dari pemerintah. Dokter pun bebas meresepkan obat apa saja tanpa ngeri mendapat sangsi. Intinya, sistem kesehatan yang ada di Indonesia saat ini membuat dokter menjadi sulit untuk bersikap rasional.
Lalu dimana ujung pangkal salahnya? Ah rasanya percuma mencari-cari ujung pangkal salahnya. Menunjuk siapa yang salah pun tak ada gunanya. Tapi kondisi tersebut jelas tak bisa dibiarkan. Siapa yang harus memulai perubahan? Pemerintah, dokter, petugas kesehatan, perusahaan obat, tentu semua harus berubah. Namun, dalam kondisi seperti ini, mengharapkan perubahan kebijakan pemerintah dalam waktu dekat sungguh seperti pungguk merindukan bulan. Yang pasti, sebagai pasien kita pun tak bisa tinggal diam. Siapa bilang pasien tak punya kekuatan untuk merubah sistem kesehatan? Setidaknya, bila pasien 'bergerak', masalah kesehatan di Indonesia, utamanya kejadian pemakaian obat yang tidak rasional dan kesalahan medis tentu bisa diturunkan.
# Dikutip dari buku "Smart Patient" karya dr. Agnes Tri Harjaningrum #
Di Mana Salahnya?
Malik tergolek lemas. Matanya sayu. Bibirnya pecah-pecah. Wajahnya kian tirus. Di mataku ia berubah seperti anak dua tahun kurang gizi. Biasanya aku selalu mendengar celoteh dan tawanya di pagi hari. Kini tersenyum pun ia tak mau. Sesekali ia muntah. Dan setiap melihatnya muntah, hatiku ...tergores-gores rasanya. Lambungnya diperas habis-habisan seumpama ampas kelapa yang tak lagi bisa mengeluarkan santan. Pedih sekali melihatnya terkaing-kaing seperti itu.
Waktu itu, belum sebulan aku tinggal di Belanda, dan putraku Malik terkena demam tinggi. Setelah tiga hari tak juga ada perbaikan aku membawanya ke huisart (dokter keluarga) kami, dokter Knol namanya.
"Just wait and see. Don’t forget to drink a lot. Mostly this is a viral infection." kata dokter tua itu.
"Ha? Just wait and see? Apa dia nggak liat anakku dying begitu?" batinku meradang. Ya…ya…aku tahu sih masih sulit untuk menentukan diagnosa pada kasus demam tiga hari tanpa ada gejala lain. Tapi masak sih nggak diapa-apain. Dikasih obat juga enggak! Huh! Dokter Belanda memang keterlaluan! Aku betul-betul menahan kesal.
"Obat penurun panas Dok?" tanyaku lagi.
"Actually that is not necessary if the fever below 40 C."
Waks! Nggak perlu dikasih obat panas? Kalau anakku kenapa-kenapa memangnya dia mau nanggung? Kesalku kian membuncah. Tapi aku tak ingin ngeyel soal obat penurun panas. Sebetulnya di rumah aku sudah memberi Malik obat penurun panas, tapi aku ingin dokter itu memberi obat jenis lain. Sudah lama kudengar bahwa dokter disini pelit obat. Karena itu aku membawa setumpuk obat-obatan dari Indonesia, termasuk obat penurun panas.
Dua hari kemudian, demam Malik tak kunjung turun dan frekuensi muntahnya juga bertambah. Aku segera kembali ke dokter. Tapi si dokter tetap menyuruhku wait and see. Pemeriksaan laboratorium baru akan dilakukan bila panas anakku menetap hingga hari ke tujuh.
"Anakku ini suka muntah-muntah juga Dok," kataku.
Lalu si dokter menekan-nekan perut anakku. "Apakah dia sudah minum suatu obat?"
Aku mengangguk. "Ibuprofen syrup Dok," jawabku.
Eh tak tahunya mendengar jawabanku, si dokter malah ngomel-ngomel, "Kenapa kamu kasih syrup Ibuprofen? Pantas saja dia muntah-muntah. Ibuprofen itu sebaiknya tidak diberikan untuk anak-anak, karena efeknya bisa mengiritasi lambung. Untuk anak-anak lebih baik beri paracetamol saja."
Huuh! Walaupun dokter itu mengomel sambil tersenyum ramah, tapi aku betul-betul jengkel dibuatnya. Jelek-jelek begini gue lulusan fakultas kedokteran tau! Nah kalau buat anak nggak baik kenapa di Indonesia obat itu bertebaran! Batinku meradang.
Untungnya aku masih bisa menahan diri. Tapi setibanya dirumah, suamiku langsung menjadi korban kekesalanku."Lha wong di Indonesia, dosenku aja ngasih obat penurun panas nggak pake diukur suhunya je. Mau 37 keq, 38 apa 39 derajat keq, tiap ke dokter dan bilang anakku sakit panas, penurun panas ya pasti dikasih. Sirup ibuprofen juga dikasih koq ke anak yang panas, bukan cuma parasetamol. Masa dia bilang ibuprofen nggak baik buat anak!" Seperti rentetan peluru, kicauanku bertubi-tubi keluar dari mulutku.
"Mana Malik nggak dikasih apa-apa pulak, cuma suruh minum parasetamol doang, itu pun kalau suhunya diatas 40 derajat C! Duuh memang keterlaluan Yah dokter Belanda itu!"
Suamiku menimpali, "Lho, kalau Mama punya alasan, kenapa tadi nggak bilang ke dokternya?"
Aku menarik napas panjang. "Hmm…tadi aku sudah kadung bete sama si dokter, rasanya ingin buru-buru pulang saja. Tapi…alasannya apa ya?"
Mendadak aku kebingungan. Aku akui, sewaktu praktek menjadi dokter dulu, aku lebih banyak mencontek apa yang dilakukan senior. Tiga bulan menjadi co-asisten di bagian anak memang membuatku kelimpungan dan belajar banyak hal, tapi hanya secuil-secuil ilmu yang kudapat. Persis seperti orang yang katanya travelling keliling Eropa dalam dua minggu. Menclok sebentar di Paris, lalu dua hari pergi ke Roma. Dua hari di Amsterdam, kemudian tiga hari mengunjungi Vienna. Puas beberapa hari berdiam di Berlin dan Swiss, kemudian waktu habis. Tibalah saatnya pulang lagi ke Indonesia. Tampaknya orang itu sudah keliling Eropa, padahal ia hanya mengunjungi ibukota utama saja. Masih banyak sekali negara dan kota-kota di Eropa yang belum disambanginya. Dan itu lah yang terjadi pada kami, pemuda-pemudi fresh graduate from the oven Fakultas Kedokteran. Malah kadang-kadang apa yang sudah kami pelajari dulu, kasusnya tak pernah kami jumpai dalam praktek sehari-hari. Berharap bisa memberikan resep cespleng seperti dokter-dokter senior, akhirnya kami pun sering mengintip resep ajian senior!
Setelah Malik sembuh, beberapa minggu kemudian, Lala, putri pertamaku ikut-ikutan sakit. Suara Srat..srut..srat srut dari hidungnya bersahut-sahutan. Sesekali wajahnya memerah gelap dan bola matanya seperti mau copot saat batuknya menggila. Kadang hingga bermenit-menit batuknya tak berhenti. Sesak rasanya dadaku setiap kali mendengarnya batuk. Suara uhuk-uhuk itu baru reda jika ia memuntahkan semua isi perut dan kerongkongannya. Duuh Gustiiii…kenapa tidak Kau pindahkan saja rasa sakitnya padaku Nyerii rasanya hatiku melihat rautnya yang seperti itu. Kuberikan obat batuk yang kubawa dari Indonesia pada putriku. Tapi batuknya tak kunjung hilang dan ingusnya masih meler saja. Lima hari kemudian, Lala pun segera kubawa ke huisart. Dan lagi-lagi dokter itu mengecewakan aku.
"Just drink a lot," katanya ringan.
Aduuuh Dook! Tapi anakku tuh matanya sampai kayak mata sapi melotot kalau batuk, batinku kesal. "Apa nggak perlu dikasih antibiotik Dok?" tanyaku tak puas.
"This is mostly a viral infection, no need for an antibiotik," jawabnya lagi.
Ggrh…gregetan deh rasanya. Lalu ngapain dong aku ke dokter, kalo tiap ke dokter pulang nggak pernah dikasih obat. Paling enggak kasih vitamin keq! omelku dalam hati. "Lalu Dok, buat batuknya gimana Dok? Batuknya tuh betul-betul terus-terusan," kataku ngeyel.
Dengan santai si dokter pun menjawab, "Ya udah beli aja obat batuk Thyme syrop. Di toko obat juga banyak koq."
Hmm…lumayan lah… kali ini aku pulang dari dokter bisa membawa obat, walau itu pun harus dengan perjuangan ngeyel setengah mati dan walau ternyata isi obat Thyme itu hanya berisi ekstrak daun thyme dan madu.
"Kenapa sih negara ini, katanya negara maju, tapi koq dokternya kayak begini." Aku masih saja sering mengomel soal huisart kami kepada suamiku. Saat itu aku memang belum memiliki waktu untuk berintim-intim dengan internet. Jadi yang ada di kepalaku, cara berobat yang betul adalah seperti di Indonesia. Di Indonesia, anak-anakku punya langganan beberapa dokter spesialis anak. Dokter-dokter ini pernah menjadi dosenku ketika aku kuliah. Maklum, walaupun aku lulusan fakultas kedokteran, tapi aku malah tidak pede mengobati anakanakku sendiri. Dan walaupun anak-anakku hanya menderita penyakit sehari-hari yang umum terjadi pada anak seperti demam, batuk pilek, mencret, aku tetap membawa mereka ke dokter anak. Meski baru sehari, dua atau tiga hari mereka sakit, buru-buru mereka kubawa ke dokter. Tak pernah aku pulang tanpa obat. Dan tentu saja obat dewa itu, sang antibiotik, selalu ada dalam kantong plastik obatku.
Tak lama berselang putriku memang sembuh. Tapi sebulan kemudian ia sakit lagi. Batuk pilek putriku kali ini termasuk ringan, tapi hampir dua bulan sekali ia sakit. Dua bulan sekali memang lebih mendingan karena di Indonesia dulu, hampir tiap dua minggu ia sakit. Karena khawatir ada yang tak beres, lagi-lagi aku membawanya ke huisart.
"Dok anak ini koq sakit batuk pilek melulu ya, kenapa ya Dok.?
Setelah mendengarkan dada putriku dengan stetoskop, melihat tonsilnya, dan lubang hidungnya, huisart-ku menjawab,"Nothing to worry. Just a viral infection."
Aduuuh Doook… apa nggak ada kata-kata lain selain viral infection seh! Lagi lagi aku sebal. "Tapi Dok, dia sering banget sakit, hampir tiap sebulan atau dua bulan Dok," aku ngeyel seperti biasa.
Dokter tua yang sebetulnya baik dan ramah itu tersenyum. "Do you know how many times normally children get sick every year?"
Aku terdiam. Tak tahu harus menjawab apa. "enam kali," jawabku asal.
"Twelve time in a year, researcher said," katanya sambil tersenyum lebar. "Sebetulnya kamu tak perlu ke dokter kalau penyakit anakmu tak terlalu berat," sambungnya.
Glek! Aku cuma bisa menelan ludah. Dijawab dengan data-data ilmiah seperti itu, kali ini aku pulang ke rumah dengan perasaan malu. Hmm…apa aku yang salah? Dimana salahnya? Ah sudahlah…barangkali si dokter benar, barangkali memang aku yang selama ini kurang belajar.
Setelah aku bisa beradaptasi dengan kehidupan di negara Belanda, aku mulai berinteraksi dengan internet. Suatu saat aku menemukan artikel milik Prof. Iwan Darmansjah, seorang ahli obat-obatan dari Fakultas Kedokteran UI. Bunyinya begini: "Batuk - pilek beserta demam yang terjadi sekali-kali dalam 6 - 12 bulan sebenarnya masih dinilai wajar. Tetapi observasi menunjukkan bahwa kunjungan ke dokter bisa terjadi setiap 2 - 3 minggu selama bertahun-tahun." Wah persis seperti yang dikatakan huisartku, batinku. Dan betul anak-anakku memang sering sekali sakit sewaktu di Indonesia dulu. "Bila ini yang terjadi, maka ada dua kemungkinan kesalahkaprahan dalam penanganannya," Lanjut artikel itu. "Pertama, pengobatan yang diberikan selalu mengandung antibiotik. Padahal 95% serangan batuk pilek dengan atau tanpa demam disebabkan oleh virus, dan antibiotik tidak dapat membunuh virus. Di lain pihak, antibiotik malah membunuh kuman baik dalam tubuh, yang berfungsi menjaga keseimbangan dan menghindarkan kuman jahat menyerang tubuh. Ia juga mengurangi imunitas si anak, sehingga daya tahannya menurun. Akibatnya anak jatuh sakit setiap 2 - 3 minggu dan perlu berobat lagi.
Lingkaran setan ini: sakit –> antibiotik-> imunitas menurun -> sakit lagi, akan membuat si anak diganggu panas-batuk-pilek sepanjang tahun, selama bertahun-tahun."
Hwaaaa! Rupanya ini lah yang selama ini terjadi pada anakku. Duuh…duuh..kemana saja aku selama ini sehingga tak menyadari kesalahan yang kubuat sendiri pada anak-anakku. Eh..sebetulnya..bukan salahku dong. Aku kan sudah membawa mereka ke dokter spesialis anak. Sekali lagi, mereka itu dosenku lho! Masa sih aku tak percaya kepada mereka. Dan rupanya, setelah di Belanda 'dipaksa' tak lagi pernah mendapat antibiotik untuk penyakit khas anak-anak sehari-hari, sekarang kondisi anak-anakku jauh lebih baik. Disini, mereka jadi jarang sakit, hanya diawal-awal kedatangan saja mereka sakit.
Kemudian, aku membaca lagi artikel-artikel lain milik prof Iwan Darmansjah. Dan di suatu titik, aku tercenung mengingat kata-kata 'pengobatan rasional'. Lho…bukankah dulu aku juga pernah mendapatkan kuliah tentang apa itu pengobatan rasional. Hey! Lalu kemana perginya ingatan itu? Jadi, apa yang selama ini kulakukan, tidak meneliti baik-baik obat yang kuberikan pada anak-anakku, sedikit-sedikit memberi obat penurun panas, sedikit-sedikit memberi antibiotik, baru sehari atau dua hari anak mengalami sakit ringan seperti, batuk, pilek, demam, mencret, aku sudah panik dan segera membawa anak ke dokter, serta sedikit-sedikit memberi vitamin. Rupanya adalah tindakan yang sama sekali tidak rasional! Hmm... kalau begitu, sistem kesehatan di Belanda adalah sebuah contoh sistem yang menerapkan betul apa itu pengobatan rasional.
Belakangan aku pun baru mengetahui bahwa ibuprofen memang lebih efektif menurunkan demam pada anak, sehingga di banyak negara termasuk Amerika Serikat, ibuprofen dipakai secara luas untuk anak-anak. Tetapi karena resiko efek sampingnya lebih besar, Belgia dan Belanda menetapkan kebijakan lain. Walaupun obat ibuprofen juga tersedia di apotek dan boleh digunakan untuk usia anak diatas 6 bulan, namun di kedua negara ini, parasetamol tetap dinyatakan sebagai obat pilihan pertama pada anak yang mengalami demam. "Duh, untung ya Yah aku nggak bilang ke huisart kita kalo aku ini di Indonesia adalah seorang dokter. Kalo iya malu-maluin banget nggak sih, ketauan begonya hehe," kataku pada suamiku.
Jadi, bagaimana dengan para orangtua di Indonesia? Aku tak ingin berbicara terlalu jauh soal mereka-mereka yang tinggal di desa atau orang-orang yang terpinggirkan, ceritanya bisa lain. Karena kekurangan dan ketidakmampuan, untuk kasus penyakit anak sehari-hari, orang-orang desa itu malah relatif 'terlindungi' dari paparan obat-obatan yang tak perlu. Sementara kita yang tinggal di kota besar, yang cukup berduit, sudah melek sekolah, internet dan pengetahuan, malah kebanyakan selalu dokter-minded dan gampang dijadikan sasaran oleh perusahaan obat dan media. Batuk pilek sedikit ke dokter, demam sedikit ke dokter, mencret sedikit ke dokter. Kalau pergi ke dokter lalu tak diberi obat, biasanya kita malah ngomel-ngomel, 'memaksa' agar si dokter memberikan obat. Iklan-iklan obat pun bertebaran di media, bahkan tak jarang dokter-dokter 'menjual' obat tertentu melalui media. Padahal mestinya dokter dilarang mengiklankan suatu produk obat.
Dan bagaimana pula dengan teman-teman sejawatku dan dosen-dosenku yang kerap memberikan antibiotik dan obat-obatan yang tidak perlu pada pasien batuk, pilek, demam, mencret? Malah aku sendiri dulu pun melakukannya karena nyontek senior. Apakah manfaatnya lebih besar dibandingkan resikonya? Tentu saja tidak. Biaya pengobatan membengkak, anak malah gampang sakit dan terpapar obat yang tak perlu. Belum lagi bahaya besar jelas mengancam seluruh umat manusia: superbug, resitensi antibiotik! Tapi mengapa semua itu terjadi?
Duuh Tuhan, aku tahu sesungguhnya Engkau tak menyukai sesuatu yang sia-sia dan tak ada manfaatnya. Namun selama ini aku telah alpa. Sebagai orangtua, bahkan aku sendiri yang mengaku lulusan fakultas kedokteran ini, telah terlena dan tak menyadari semuanya. Aku tak akan eling kalau aku tidak menyaksikan sendiri dan tidak tinggal di negeri kompeni ini. Apalagi dengan masyarakat awam, para orangtua baru yang memiliki anak-anak kecil itu. Jadi bagaimana mengurai keruwetan ini seharusnya? Uh! Memikirkannya aku seperti terperosok ke lubang raksasa hitam. Aku tak tahu, sungguh!
Tapi yang pasti kini aku sadar…telah terjadi kesalahan paradigma pada kebanyakan kita di Indonesia dalam menghadapi anak sakit. Disini aku sering pulang dari dokter tanpa membawa obat. Aku ke dokter biasanya 'hanya' untuk konsultasi, memastikan diagnosa penyakit anakku dan penanganan terbaiknya, serta meyakinkan diriku bahwa anakku baik-baik saja.
Tapi di Indonesia, bukankah paradigma yang masih kerap dipegang adalah ke dokter = dapat obat? Sehingga tak jarang dokter malah tidak bisa bertindak rasional karena tuntutan pasien. Aku juga sadar sistem kesehatan di Indonesia memang masih ruwet. Kebijakan obat nasional belum berpihak pada rakyat. Perusahaan obat bebas beraksi‘ tanpa ada peraturan dan hukum yang tegas dari pemerintah. Dokter pun bebas meresepkan obat apa saja tanpa ngeri mendapat sangsi. Intinya, sistem kesehatan yang ada di Indonesia saat ini membuat dokter menjadi sulit untuk bersikap rasional.
Lalu dimana ujung pangkal salahnya? Ah rasanya percuma mencari-cari ujung pangkal salahnya. Menunjuk siapa yang salah pun tak ada gunanya. Tapi kondisi tersebut jelas tak bisa dibiarkan. Siapa yang harus memulai perubahan? Pemerintah, dokter, petugas kesehatan, perusahaan obat, tentu semua harus berubah. Namun, dalam kondisi seperti ini, mengharapkan perubahan kebijakan pemerintah dalam waktu dekat sungguh seperti pungguk merindukan bulan. Yang pasti, sebagai pasien kita pun tak bisa tinggal diam. Siapa bilang pasien tak punya kekuatan untuk merubah sistem kesehatan? Setidaknya, bila pasien 'bergerak', masalah kesehatan di Indonesia, utamanya kejadian pemakaian obat yang tidak rasional dan kesalahan medis tentu bisa diturunkan.
# Dikutip dari buku "Smart Patient" karya dr. Agnes Tri Harjaningrum #
Jumat, 13 Juli 2012
Lacto-B, alternatif selain L-Bio untuk diare anak
Akhdan (1Y1M) ketika diare memang sangat cocok diberi L-Bio, namun ketika sharing-sharing dengan teman serta hasil browsing di internet ada produk lain yang hampir sama dengan L-Bio yaitu Lacto-B, dan harganya sedikit lebih murah dibanding L-Bio. Namun Akhdan sampai saat ini belum pernah mencobanya, karena alhamdulillah setelah terakhir kali meminum L-Bio, tidak pernah mencret lagi, dan insya Allah tidak terjadi lagi.
Berikut ini hasil browsing tentang L-Bio vs Lacto-B:
Lacto - B VS L - Bio, sebenarnya sama - sama probiotik cuma menurut apoteker tempat aku beli Lacto - B lebih dulu hadir Lacto - B baru disusul L - Bio, kalo segi harga lebi
KANDUNGAN
Lactobacillus acidophilus,Lactobacillus casei,Lactobacillus salivarius,Bifidobacterium infantis,Bifidobacterium lactis,Bifidobacterium longum,Lactococcus lactis
INDIKASI
Melindungi sistem pencernaan pada orang dewasa & anak-anak. Membantu menormalkan fungsi GI, menjaga flora normal usus & membantu fungsi fermentasi di usus pada bayi.
DOSIS
Pada anak >= 12 tahun 3 schet sehari. Untuk anak >= 2 tahun 2-3 sachet sehari atau sesuai petunjuk dokter.
PENYAJIAN
Dikonsumsi bersamaan dengan makanan/ minuman atau tidak
Lacto - B :
KANDUNGAN
Komposisi Per Sachet mengandung : Energi 3,4 Kalori, Karbohidrat 0,6 gram, Protein 0,02 gram, Lemak total 0,1 gram, Vitamin C 10 mg, Vitamin B1 0,5 mg, Vitamin B2 0,5 mg, Vitamin B6 0,5 mg, Niacin 2 mg.
INDIKASI
Lactic Acid Bacterial menghasilkan asam organik yang menghambat bakteri merugikan, sehingga dapat membantu memperbaiki ketidakseimbangan flora usus pada diare.
Lactobacilli menghasilkan enzim β-Galaktosidase, untuk menghidrolisa laktosa menjadi glukosa dan galaktosa.
Lacto-B dapat mengurangi lactose intolerance (diare akibat mengkonsumsi susu formula yang mengandung laktosa).
Vitamin B dapat membantu keseimbangan flora usus.
DOSIS
- Dibawah 1 tahun : 2 sachet per hari.
- Usia 1 sampai 6 tahun : 3 sachet per hari.
- Dapat diberikan langsung (rasa enak) atau dicampur dengan susu, makanan bayi atau air.
PENYAJIAN
Dikonsumsi bersamaan dengan makanan atau tidak
Penting untuk diingat, bahwa rekomendasi obat ini (L-Bio) diberikan oleh DSA putra saya Akhdan, mungkin sebelum Anda mencoba L-Bio atau alternatifnya Lacto-B Anda perlu untuk berkonsultasi dengan Dokter terlebih dahulu.
Berikut ini hasil browsing tentang L-Bio vs Lacto-B:
Lacto - B VS L - Bio, sebenarnya sama - sama probiotik cuma menurut apoteker tempat aku beli Lacto - B lebih dulu hadir Lacto - B baru disusul L - Bio, kalo segi harga lebi
KANDUNGAN
Lactobacillus acidophilus,Lactobacillus casei,Lactobacillus salivarius,Bifidobacterium infantis,Bifidobacterium lactis,Bifidobacterium longum,Lactococcus lactis
INDIKASI
Melindungi sistem pencernaan pada orang dewasa & anak-anak. Membantu menormalkan fungsi GI, menjaga flora normal usus & membantu fungsi fermentasi di usus pada bayi.
DOSIS
Pada anak >= 12 tahun 3 schet sehari. Untuk anak >= 2 tahun 2-3 sachet sehari atau sesuai petunjuk dokter.
PENYAJIAN
Dikonsumsi bersamaan dengan makanan/ minuman atau tidak
Lacto - B :
KANDUNGAN
Komposisi Per Sachet mengandung : Energi 3,4 Kalori, Karbohidrat 0,6 gram, Protein 0,02 gram, Lemak total 0,1 gram, Vitamin C 10 mg, Vitamin B1 0,5 mg, Vitamin B2 0,5 mg, Vitamin B6 0,5 mg, Niacin 2 mg.
INDIKASI
Lactic Acid Bacterial menghasilkan asam organik yang menghambat bakteri merugikan, sehingga dapat membantu memperbaiki ketidakseimbangan flora usus pada diare.
Lactobacilli menghasilkan enzim β-Galaktosidase, untuk menghidrolisa laktosa menjadi glukosa dan galaktosa.
Lacto-B dapat mengurangi lactose intolerance (diare akibat mengkonsumsi susu formula yang mengandung laktosa).
Vitamin B dapat membantu keseimbangan flora usus.
DOSIS
- Dibawah 1 tahun : 2 sachet per hari.
- Usia 1 sampai 6 tahun : 3 sachet per hari.
- Dapat diberikan langsung (rasa enak) atau dicampur dengan susu, makanan bayi atau air.
PENYAJIAN
Dikonsumsi bersamaan dengan makanan atau tidak
Penting untuk diingat, bahwa rekomendasi obat ini (L-Bio) diberikan oleh DSA putra saya Akhdan, mungkin sebelum Anda mencoba L-Bio atau alternatifnya Lacto-B Anda perlu untuk berkonsultasi dengan Dokter terlebih dahulu.
Kamis, 14 Juni 2012
L-Bio, obat untuk balita anda yang diare
Akhdan (1Y1M) sudah beberapa kali mengalami diare dan pernah opname di RSI 2 kali, usia 5 bulan dan 10 bulan, sangat disayangkan mengingat usianya masih balita. Dari dokter RSI, Akhdan dapat satu paket obat dan diantaranya L-Bio yaitu sejenis bubuk yang berisi bakteri baik, mungkin bakteri sejenis yang ada dalam kandungan yakult yang bisa menyehatkan pencernaan dan alhamdulillah bisa menghentikan diare Akhdan.
Beberapa hari yang lalu Akhdan juga sempat diare lagi, karena sudah ada pengalaman dengan L-Bio, akhirnya saya belikan L-Bio di apotik seharga Rp4.500 per sachet. Untuk dosisnya setengah bungkus dan diberikan dengan campuran susu atau makanan sehari 2 kali. Jadi satu sachet untuk sehari. Sebenarnya apakah komposisi L-bio itu:
KOMPOSISI
Lactobacillus acidophilus,Lactobacillus casei,Lactobacillus salivarius,Bifidobacterium infantis,Bifidobacterium lactis,Bifidobacterium longum,Lactococcus lactis
INDIKASI
Melindungi sistem pencernaan pada orang dewasa & anak-anak. Membantu menormalkan fungsi GI, menjaga flora normal usus & membantu fungsi fermentasi di usus pada bayi
KEMASAN
Box isi 30 sachet harga sekitar Rp 134.000,- dan @ Rp.4.500 untuk eceran di apotik terdekat
DOSIS
Pada anak >= 12 tahun 3 schet sehari. Untuk anak >= 2 tahun 2-3 sachet sehari, atau sesuai petunjuk dokter. Untuk Akhdan sehari 2 x 1/2 sachet sehari
PENYAJIAN
Dikonsumsi bersamaan dengan makanan atau tidak. Jadi bisa dicampurkan dengan bubur atau susu.
PABRIK
Lapi
Untuk Anda yang sedang mencari informasi kesehatan bayi Anda berkaitan dengan diare, pemberian L-Bio ini sebaiknya dikonsultasikan kepada dokter spesialis anak Anda dahulu. Saya memakai L-Bio ini berdasarkan pengalaman, sesuai resep yang di berikan oleh dokter spesialis putra saya, dan Alhamdulillah cocok. Maka alangkah baiknya Anda juga konsultasi dulu sama dokter anak.
Beberapa hari yang lalu Akhdan juga sempat diare lagi, karena sudah ada pengalaman dengan L-Bio, akhirnya saya belikan L-Bio di apotik seharga Rp4.500 per sachet. Untuk dosisnya setengah bungkus dan diberikan dengan campuran susu atau makanan sehari 2 kali. Jadi satu sachet untuk sehari. Sebenarnya apakah komposisi L-bio itu:
KOMPOSISI
Lactobacillus acidophilus,Lactobacillus casei,Lactobacillus salivarius,Bifidobacterium infantis,Bifidobacterium lactis,Bifidobacterium longum,Lactococcus lactis
INDIKASI
Melindungi sistem pencernaan pada orang dewasa & anak-anak. Membantu menormalkan fungsi GI, menjaga flora normal usus & membantu fungsi fermentasi di usus pada bayi
KEMASAN
Box isi 30 sachet harga sekitar Rp 134.000,- dan @ Rp.4.500 untuk eceran di apotik terdekat
DOSIS
Pada anak >= 12 tahun 3 schet sehari. Untuk anak >= 2 tahun 2-3 sachet sehari, atau sesuai petunjuk dokter. Untuk Akhdan sehari 2 x 1/2 sachet sehari
PENYAJIAN
Dikonsumsi bersamaan dengan makanan atau tidak. Jadi bisa dicampurkan dengan bubur atau susu.
PABRIK
Lapi
Untuk Anda yang sedang mencari informasi kesehatan bayi Anda berkaitan dengan diare, pemberian L-Bio ini sebaiknya dikonsultasikan kepada dokter spesialis anak Anda dahulu. Saya memakai L-Bio ini berdasarkan pengalaman, sesuai resep yang di berikan oleh dokter spesialis putra saya, dan Alhamdulillah cocok. Maka alangkah baiknya Anda juga konsultasi dulu sama dokter anak.
Rabu, 09 Mei 2012
Sempet menangis baca kisah ini
Harapan demi harapan yang saya bangun ketika membaca kisah ini baris demi baris, akhirnya pupus juga, ketika saya sampai pada akhir kisah nyata ini. Kenapa sakit demam setelah imunisasi bisa menjadi sefatal ini, out of my imagination. Akhirnya saya teringat kepada putra saya Akhdan. Sekarang memang sudah satu tahun dan sudah dapat imunisasi dasar lengkap. Saat ini saya hanya bisa berdoa semoga imunisasi yang telah Akhdan jalani tidak ada efek samping untuk kesehatan dan kecerdasannya.
Saya sampai terbawa ke dalam duka yang dialami oleh keluarga Acep, beberapa menit sempat terpaku, karena saya juga mempunyai putra yang hampir seusia, meskipun kisah ini terjadi tujuh tahun yang lalu. Semoga ada hikmah dibalik kisah ini yang bisa keluarga Acep dapatkan. Doa kami untuk putra tercintanya..
----------------------------- Original Message --------------------------
From: ACP-Acep Apriyanto
Sent: Thursday, May 12, 2005 1:00 PM
Subject: SHARING PENGALAMAN/KISAH NYATA (Imunisasi HIB)
Ini kisah nyata yang saya alami, sebagai informasi / pelajaran bagi rekan-rekan jika suatu saat ada yang menghadapi cobaan seperti yang saya alami.
Saya salah satu karyawan Kantor Pusat di Perusahaan kita, saya menikah pada
pertengahan tahun 2001, saya mempunyai Istri "I" yang dulunya juga adalah
karyawan di Perusahaan kita (Cab. Fatmawati), dan karena untuk mematuhi
peraturan di perusahaan (tidak boleh menikah antar sesama Karyawan), Istri saya
mengundurkan diri dari Perusahaan.
Sejak Menikah (th.2001), Istri saya telah mengalami dua kali keguguran, yang
pertama +/- pada kehamilan berumur 2,5 bulan, dan yang kedua sempat di Operasi
"Kuretase" karena usia kehamilannya telah berumur 3,5 bulan.
Penyebab keguguran, menurut dokter "K" di RS "A" Panglima Polim/Jakarta, karena
Istri saya "kecapaian" (Istri saya bekerja di Perusahaan lain setelah
pengunduran dirinya) dan kandungannya "agak lemah". Dokter memeriksa hasil Lab.
komplit hasilnya " negatif ", tidak terdapat penyakit yang menyebabkan Istri
saya keguguran. Jadi secara medis memang penyebabnya hanya "Kecapaian" dan
"Kandungannya lemah". Jadi jika suatu saat Istri saya hamil lagi, dokter
menyarankan harus extra hati-hati dalam merawatnya.
Bulan Sept 2004, Pada saat Istri saya periksa (karena sudah terlambat bulan) ke
dokter kandungan dr. "K" di RS "A", istri saya kembali dinyatakan Hamil,
keluarga kami begitu bahagia mendengar berita ini. Lalu saya dan Istri dengan
sangat hati-hati merawat kehamilan ini. Segala saran-saran dokter kami
laksanakan dengan baik, minum penguat janin, vitamin-vitamin, susu ibu hamil,
menjaga kesehatan makanan, makan makanan bergizi, menjaga pantangan-pantangan
ketika Hamil, dan bahkan untuk menjaga kehamilannya (pada saat itu berumur 5
bulan), Istri saya rela kembali keluar dari tempat kerjanya (saat itu masih
bekerja pada Bank "B") dengan tujuan ingin benar-benar konsentrasi dalam
merawat/menyusui anak.
Pada pertengahan bulan Juni 2005, Istri saya melahirkan dengan baik (walau
dengan operasi caesar), bayi kami sehat tidak kurang suatu apapun, beratnya
3.150 Kg dengan panjang 49 Cm. Sekali lagi Kami sangat bahagia atas peristiwa
ini. Kembali Segala saran-saran dokter (Dokter Anak: Prof. "R" di RS "A") kami
laksanakan dengan baik, minum vitamin-vitamin, susu ibu menyusui, menjaga
kesehatan makanan/perlengkapan makan, makan makanan bergizi, menjaga
pantangan-pantangan dalam merawat bayi. dan rutin melakukan Imunisasi.
Disinilah mulai timbul bencana pada keluarga kami,
Saya sampai terbawa ke dalam duka yang dialami oleh keluarga Acep, beberapa menit sempat terpaku, karena saya juga mempunyai putra yang hampir seusia, meskipun kisah ini terjadi tujuh tahun yang lalu. Semoga ada hikmah dibalik kisah ini yang bisa keluarga Acep dapatkan. Doa kami untuk putra tercintanya..
----------------------------- Original Message --------------------------
From: ACP-Acep Apriyanto
Sent: Thursday, May 12, 2005 1:00 PM
Subject: SHARING PENGALAMAN/KISAH NYATA (Imunisasi HIB)
Ini kisah nyata yang saya alami, sebagai informasi / pelajaran bagi rekan-rekan jika suatu saat ada yang menghadapi cobaan seperti yang saya alami.
Saya salah satu karyawan Kantor Pusat di Perusahaan kita, saya menikah pada
pertengahan tahun 2001, saya mempunyai Istri "I" yang dulunya juga adalah
karyawan di Perusahaan kita (Cab. Fatmawati), dan karena untuk mematuhi
peraturan di perusahaan (tidak boleh menikah antar sesama Karyawan), Istri saya
mengundurkan diri dari Perusahaan.
Sejak Menikah (th.2001), Istri saya telah mengalami dua kali keguguran, yang
pertama +/- pada kehamilan berumur 2,5 bulan, dan yang kedua sempat di Operasi
"Kuretase" karena usia kehamilannya telah berumur 3,5 bulan.
Penyebab keguguran, menurut dokter "K" di RS "A" Panglima Polim/Jakarta, karena
Istri saya "kecapaian" (Istri saya bekerja di Perusahaan lain setelah
pengunduran dirinya) dan kandungannya "agak lemah". Dokter memeriksa hasil Lab.
komplit hasilnya " negatif ", tidak terdapat penyakit yang menyebabkan Istri
saya keguguran. Jadi secara medis memang penyebabnya hanya "Kecapaian" dan
"Kandungannya lemah". Jadi jika suatu saat Istri saya hamil lagi, dokter
menyarankan harus extra hati-hati dalam merawatnya.
Bulan Sept 2004, Pada saat Istri saya periksa (karena sudah terlambat bulan) ke
dokter kandungan dr. "K" di RS "A", istri saya kembali dinyatakan Hamil,
keluarga kami begitu bahagia mendengar berita ini. Lalu saya dan Istri dengan
sangat hati-hati merawat kehamilan ini. Segala saran-saran dokter kami
laksanakan dengan baik, minum penguat janin, vitamin-vitamin, susu ibu hamil,
menjaga kesehatan makanan, makan makanan bergizi, menjaga pantangan-pantangan
ketika Hamil, dan bahkan untuk menjaga kehamilannya (pada saat itu berumur 5
bulan), Istri saya rela kembali keluar dari tempat kerjanya (saat itu masih
bekerja pada Bank "B") dengan tujuan ingin benar-benar konsentrasi dalam
merawat/menyusui anak.
Pada pertengahan bulan Juni 2005, Istri saya melahirkan dengan baik (walau
dengan operasi caesar), bayi kami sehat tidak kurang suatu apapun, beratnya
3.150 Kg dengan panjang 49 Cm. Sekali lagi Kami sangat bahagia atas peristiwa
ini. Kembali Segala saran-saran dokter (Dokter Anak: Prof. "R" di RS "A") kami
laksanakan dengan baik, minum vitamin-vitamin, susu ibu menyusui, menjaga
kesehatan makanan/perlengkapan makan, makan makanan bergizi, menjaga
pantangan-pantangan dalam merawat bayi. dan rutin melakukan Imunisasi.
Disinilah mulai timbul bencana pada keluarga kami,
Om Andre
Achmad Rajendria Ridwan, itu nama lengkap om Andre, usianya selisih satu tahun dengan Akhdan. Om Andre lahir tanggal 23 April 2010. Meski kecil tapi Akhdan panggilnya om...kenapa ya? agak aneh sebenarnya, tp tidak, karena Andre adalah putra pertama dari Bulek Erli maka sesuai dengan silsilah keluarga kami maka Akhdan panggilnya om Andre, begitu..
Asik juga melihat mereka berdua saling berinteraksi, mulai dari rebutan sepeda sampai berbagi balon, sepertinya sudah terjalin ikatan erat diantara keduanya hehe agak lebay yah. Karena om Andre tinggal di Rowosari, maka ketemu Akhdannya seminggu sekali, pun minggu kemarin tidak main ke Weleri di rumah Akhdan karena om Andre lagi terserang cacar. Kasihan juga kalau melihat anak kecil terserang cacar karena untuk beraktifitas apapun jadi sukar. Kata bulek beberapa hari ini om Andre hanya tidur di kamar saja, badannya lemas dan sukar makannya. Semoga cepat sembuh om Andre
Akhdan main bersama om Andre
Sabtu, 21 April 2012
Selalu Waspada!
Sore itu dikejutkan oleh teriakan panik dan tetangga yang
berlarian menuju rumah salah seorang tetangga di dekat rumah saya di Weleri.
Sontan saja saya yang waktu itu sedang main-main bersama Akhdan di depan rumah,
ikut menuju ke kerumunan tetangga.
Astaghfirulloh... saya lihat disana ternyata teman Akhdan,
Nabil, balita yang sekarang berusia 3 tahunan kejang-kejang. Badannya panas,
tapi kakinya dingin. Diikuti gerakan kejang selama beberapa waktu. Segera saja orang tuanya membawa berobat ke RSI, dan ternyata opname disana. Sampai saat ini belum pulang tapi alhamdulillah keadaanya katanya dah membaik. Kita doakan saja semoga tidak ada apa2 dengan teman Akhdan tersebut.
Kejang pada buah hati kita bisa saja membuat kita, orang tua menjadi sangat panik.
Label:
Kesehatan Bayi,
Our Story
Lokasi:
Weleri, Indonesia
Rabu, 21 Maret 2012
5 Penyakit Pertama pada Bayi
MENJADI orang tua baru tentu membahagiakan. Namun, kebahagiaan terkadang berubah menjadi kepanikan tatkala si kecil mendadak sakit. Nah, ada baiknya Anda mengenali 10 penyakit pertama bayi, seperti dipaparkan Dr. Kusnandi Rusmil, Sp.A dari RS Hasan Sadikin, Bandung berikut ini.
1. BATUK-PILEK - Batuk-pilek pada bayi bisa karena banyak faktor. "Sebagian besar penyebabnya virus, yang jenisnya ada ratusan banyaknya. Biasanya sembuh sendiri, kok. Gejalanya, hidung berair, kadang tersumbat, lalu diikuti batuk dan demam." Selain virus, batuk-pilek juga bisa karena bakteri. Biasanya disertai panas dan gejalanya lebih berat, yaitu tenggorokan berwarna merah. Harus diberi antibiotik. Jika terus berlanjut, bisa berakibat komplikasi radang telinga tengah. "Namun, sakit telinga tak selalu terjadi pada batuk pilek.
"Jika cairan atau lendir banyak keluar dari hidung bayi dan membuat napas tersumbat, beri obat tetes hidung atau sedot cairan hidung dengan alat khusus. "Yang penting, penyebabnya dulu yang diobati. Karena virus belum ada obatnya, maka pertahanan tubuh si bayi-lah yang harus ditingkatkan." Biasanya, batuk-pilek pada bayi terjadi sekitar lima hari. Jika panas tubuh bayi tak turun-turun hingga 2 - 3 hari, segera bawa ke dokter. "Orang tua tak perlu cemas jika bayi batuk-pilek. Jika disertai panas, beri obat panas. Jangan lupa, beri nutrisi yang baik, terutama yang mengandung vitamin dan mineral, seperti buah-buahan atau jus, minum yang banyak, terutama ASI."
2. INFEKSI TELINGA - Infeksi telinga dapat disebabkan batuk-pilek oleh virus yang terus-menerus, sehingga virus masuk ke dalam saluran telinga. "Bisa juga karena telinga kemasukan air yang mengandung kuman, sehingga mengakibatkan peradangan saluran telinga tengah." Gejalanya, sakit pada telinga dan panas yang tidak turun-turun selama 2 - 3 hari. "Harus segera dibawa ke dokter. Kalau tidak segera ditangani, gendang telinga bayi bisa meradang dan pecah."
Jika tak diobati, lama-lama radang telinga akan makin parah dan dapat menimbulkan nanah. "Jika nanah pecah, cairan itu akan keluar dari telinga dengan bau yang tidak enak. Efek jangka panjangnya, sistem pendengaran rusak."
Alergi dan Cara Penanganannya
Alergi atau hipersensitivitas tipe I
adalah kegagalan kekebalan tubuh di mana tubuh seseorang menjadi hipersensitif
dalam bereaksi secara imunologi terhadap bahan-bahan yang umumnya imunogenik
(antigenik)atau dikatakan orang yang bersangkutan bersifat atopik. Dengan kata
lain, tubuh manusia berkasi berlebihan terhadap lingkungan atau bahan-bahan
yang oleh tubuh dianggap asing dan berbahaya, padahal sebenarnya tidak untuk
orang-orang yang tidak bersifat atopik. Bahan-bahan yang menyebabkan
hipersensitivitas tersebut disebut alergen. Alergi disebabkan oleh produksi
antibodi berjenis IgE.
Alergi timbul bila ada kontak terhadap zat tertentu yang biasanya, pada orang normal tidak menimbulkan reaksi. Zat penyebab alergi ini disebut allergen. Allergen bisa berasal dari berbagai jenis dan masuk ke tubuh dengan berbagai cara. Bisa saja melalui saluran pernapasan, berasal dari makanan, melalui suntikan atau bisa juga timbul akibat adanya kontak dengan kulit seperti; kosmetik, logam perhiasan atau jam tangan, dll. Zat yang paling sering menyebabkan alergi: Serbuk tanaman; jenis rumput tertentu; jenis pohon yang berkulit halus dan tipis; serbuk spora; penisilin; seafood; telur; kacang panjang, kacang tanah, kacang kedelai dan kacang-kacangan lainnya; susu; jagung dan tepung jagung;sengatan insekta; bulu binatang; kecoa; debu dan kutu. Yang juga tidak kalah sering adalah zat aditif pada makanan, penyedap, pewarna dan pengawet.
Menentukan penyebab alergi dapat dilakukan dengan cara berikut :
Arti Warna Feses Bayi
KENALI WARNA DAN BENTUK FESES BAYI
Frekuensi yang sering bukan berarti pencernaannya terganggu.
Waspadai bila warnanya putih atau disertai darah. Kegiatan buang air besar pada bayi
kadang membuat khawatir orang tua. Warna, bentuk dan polanya yang berbeda
dengan orang dewasa inilah yang kerap menimbulkan kecemasan. Sebelum kita
menjadi cemas, berikut penjelasan dr. Waldi Nurhamzah, Sp.A, tentang feses bayi.
WARNA
Umumnya, warna-warna tinja pada bayi dapat dibedakan menjadi kuning
atau cokelat, hijau, merah, dan putih atau keabu-abuan. Normal atau
tidaknya sistem pencernaan bayi, dapat dideteksi dari warna-warna tinja
tersebut.
Kuning
Warna kuning diindikasikan sebagai feses yang normal. Kata Waldi,
warna feses bayi sangat dipengaruhi oleh susu yang dikomsumsinya. "Bila
bayi minum ASI secara eksklusif, tinjanya berwarna lebih cerah dan cemerlang
atau didominasi warna kuning, karenanya disebut golden feces. Berarti ia
mendapat ASI penuh, dari foremilk (ASI depan) hingga hindmilk (ASI belakang)."
Frekuensi yang sering bukan berarti pencernaannya terganggu.
Waspadai bila warnanya putih atau disertai darah. Kegiatan buang air besar pada bayi
kadang membuat khawatir orang tua. Warna, bentuk dan polanya yang berbeda
dengan orang dewasa inilah yang kerap menimbulkan kecemasan. Sebelum kita
menjadi cemas, berikut penjelasan dr. Waldi Nurhamzah, Sp.A, tentang feses bayi.
WARNA
Umumnya, warna-warna tinja pada bayi dapat dibedakan menjadi kuning
atau cokelat, hijau, merah, dan putih atau keabu-abuan. Normal atau
tidaknya sistem pencernaan bayi, dapat dideteksi dari warna-warna tinja
tersebut.
Kuning
Warna kuning diindikasikan sebagai feses yang normal. Kata Waldi,
warna feses bayi sangat dipengaruhi oleh susu yang dikomsumsinya. "Bila
bayi minum ASI secara eksklusif, tinjanya berwarna lebih cerah dan cemerlang
atau didominasi warna kuning, karenanya disebut golden feces. Berarti ia
mendapat ASI penuh, dari foremilk (ASI depan) hingga hindmilk (ASI belakang)."
Mitos-Mitos Perwatan Bayi
Ada banyak mitos tentang perawatan bayi yang berkembang dan terus dipertahankan di masyarakat. Sebagian salah, tapi ada pula yang secara ilmiah benar. Mana yang Anda ikuti? Berikut ini penjelasan spesialis anak Dr. H. Adi Tagor, Sp.A, DPH dari RS Internasional Bintaro seputar beberapa mitos perawatan bayi.
1. Dipakaikan gurita agar tidak kembung Mitos ini tak benar, karena organ dalam tubuh malah akan kekurangan ruangan. Dinding perut bayi masih lemah, volume organ-organ tubuhnya pun tak sesuai dengan rongga dada dan rongga perut yang ada, karena sampai 5 bulan dalam kandungan, organ-organ ini terus tumbuh, sementara tempatnya sangat terbatas. Jika bayi menggunakan gurita, maka ruangan untuk pertumbuhan organ-organ ini akan terhambat.
“Kalau mau tetap memakaikan gurita, boleh saja. Asal ikatan bagian atas dilonggarkan, sehingga jantung dan paru-paru bisa berkembang,” saran Adi. Bila gurita digunakan agar pusar bayi tidak bodong, sebaiknya pakaikan hanya di sekitar pusar dan ikatannya longgar. Jangan sampai dada dan perut tercekik, sehingga jantung tidak bisa berkembang dengan baik gara-gara gurita yang terlalu kencang.
Bayi 0-24 Bulan: Merawat Gigi
Tidak perlu menunggu waktu yang tepat sampai anak mau ke dokter gigi atau cukup umur untuk memulai perawatan pada giginya.
Umumnya penyakit dan kelainan gigi pada anak merupakan salahsatu gangguan dalam proses pertumbuhan dan perkembangan anak. Sejak gigi susu mulai tumbuh, orangtua harus bertanggungjawab membersihkan gigi bayi mereka. Walaupun gigi anak hanya merupakan gigi susu yang keberadaannya hanya sementara, namun kesehatan gigi susu berpengaruh terhadap kesehatan gigi anak di kemudian hari. Karena itu, sebagai orangtua perlu mengetahui bagaimana merawat gigi anak sejak bayi dengan cara yang benar, agar kesehatan gigi dan mulut anak teratasi.
Cara merawat mulut bayi pada saat usia 0 – 6 bulan:
1. Bersihkan gusi bayi anda dengan kain lembab, setidaknya dua kali sehari
2. Jangan biarkan bayi anda tidur sambil minum susu dengan menggunakan botol susunya.
3. Selesai menyusui, ingatlah untuk membersihkan mulut bayi dengan kain lembab
4. Jangan menambah rasa manis pada botol susu dengan madu atau sesuatu yang manis.
Cara merawat mulut dan gigi bayi pada usia 7-12 bulan:
1. Tanyakan dokter anak atau dokter gigi anda apakah bayi anda mendapat cukup fluor
2. Ingatlah untuk membersihkan mulut bayi anda dengan kain lembab ( tidak basah sekali), sehabis menyusui.
3. Jangan biarkan bayi tidur dengan botol susunya (sambil minum susu dari botol) kecuali air putih.
4. Berikan air putih bila bayi anda ingin minum diluar jadwal minum susu
5. Saat gigi mulai tumbuh, mulailah membersihkannya dengan menggunakan kain lembab. Bersihkan setiap permukaan gigi dan batas antara gigi dengan gusi secara seksama, karena makanan seringkali tertinggal di permukaan itu.
6. Saat gigi geraham bayi mulai tumbuh, mulai gunakan sikat gigi yang kecil dengan permukaan lembut dan dari bahan nilon.
7. Jangan gunakan pasta gigi dan ingat untuk selalu membasahi sikat gigi dengan air.
8. Periksakan gigi anak anda ke dokter gigi, setelah 6 bulan sejak gigi pertama tumbuh, atau saat usia anak setahun.
Cara merawat mulut dan gigi bayi pada usia 13-24 bulan:
1. Mulailah perkenalkan pasta gigi berfluoride
2. Jangan biarkan anak tidur dengan botol susu (sambil minum susu dari botol), kecuali air putih.
3. Pergunakan pasta gigi seukuran sebutir kacang hijau.
4. Sikat gigi anak setidaknya dua kali sehari (sehabis sarapan dan sebelum tidur di malam hari)
5. Gunakan sikat gigi yang lembut dari bahan nilon.
6. Ganti sikat gigi tiap tiga bulan atau bila bulu-bulu sikat sudah rusak.
7. Jadilah teladan dengan mempraktekkan kebiasaan menjaga kesehatan mulut dan lakukan pemeriksaan rutin ke dokter gigi setiap 6 bulan sekali.
8. Biasakan anak untuk memakan makanan ringan yang sehat, seperti buah segar dan sayuran segar.
9. Hindari makanan ringan yang mengandung gula.
Oleh Drg.Yerika & Drg. Marshinta
Bayi 10-12 Bulan: Tahap Perkembangan
Anak bayi usia 10-12 bulan akan kelihatan lebih aktif melakukan gerakan-gerakan dalam rangka melatih saraf motoriknya. Perkembangan bayi diusia ini bertumpu pada penguatan otot-otot badannya. Anak akan berusaha menggerak-gerakkan seluruh anggota badannya yang pada akhirnya dia akan berusaha untuk berdiri dan berjalan dan pada usia ini sebaiknya anda juga mengajar anak berenang.
Perkembangan bayi dari tahap ke tahap sebelum usia bayi 1 tahun diantaranya:
Bayi usia 10 bulan. Dalam perkembangannya bayi pada usia 10 bulan akan melakukan latihan-latihan motorik kasar yang meliputi melatih otot punggung dan otot tangan. Di usia ini bayi akan berusaha bangun sendiri dari tidurnya dengan memutar badan yang selanjutnya dia akan menggunakan tangannya untuk mendorong badannya sehingga dia akan mampu duduk tanpa bantuan dari orang lain. Di usia ini juga bayi sudah bisa duduk sendiri tanpa terjatuh dan dalam waktu yang lama. Dukunglah bayi anda saat melakukan latihan bangun sendiri tersebut dengan membiarkannya berusaha sendiri sehingga mengurangi ketergantungan bayi pada ibunya.
Bayi Usia 11 Bulan. Selanjutnya pada usia bayi menginjak umur 11 bulan, bayi akan melanjutkan usahanya dari duduk ke berdiri. Di usia ini bayi akan terus melatih otot tangannya secara intens sehingga akhirnya akan mampu menggunakan tangannya tersebut untuk membantunya berdiri. Bayi sudah mempunyai mempunyai daya keseimbangan yang lebih baik sehingga dia akan mampu menguasai keseimbangan badannya saat berdiri. Diusia ini bayi kita sudah mampu berdiri sendiri tanpa bantuan orang lain kurang lebih hanya butuh waktu 2 detik. Dalam usahanya berdiri tersebut bayi akan meluruskan kakinya dari posisi tidur atau duduk, selanjutnya dia akan menggunakan tangannya untuk mendorong berat badannya ke posisi berdiri.
Satu Tahun Pertama: Perkembangan Bayi
Berikut adalah perkembangan bayi pada umumnya, namun perkembangan tiap bayi tentunya berbeda-beda satu sama lain.
1 bulan :
Secara refleks dapat memegang benda yang menyentuh telapak tangannya.
2 bulan :
Dapat menatap
Dapat tersenyum
Bersuara ‘a’, ‘e’, ‘h’
3 bulan :
Menggerakkan benda yang dipegangnya
Memandang gerakan benda dengan bola mata sampai ke sudut matanya
Perkembangan Bayi 10-11 Bulan
Bagaimana aku tumbuh:
Aku bisa merangkak naik ke atas tangga, namun aku belum tahu cara untuk turun.
Aku bisa berjalan bila kau memegangi tanganku.
Aku akan mulai berjalan merayap sambil berpegangan pada perabot untuk berkeliling ruangan.
Aku sudah bisa duduk dari posisi berdiri.
Aku bisa memanjat naik keatas kursi dan kemudian turun lagi.
Aku mulai memperlihatkan apakah aku kidal atau tidak.
Aku bisa makan sendiri dengan jemariku, dan membantu memegangkan gelasku.
Aku mungkin memiliki masalah di malam hari karena aku gelisah.
Bagaimana aku bicara:
Aku mengerti kalimat-kalimat yang sederhana.
Aku bisa bilang "tidak" dan menggelengkan kepalaku.
Aku tertarik pada percakapan ketika aku mendengar kata2 yang biasa aku dengar.
Aku akan membuat kamu gila karena aku suka mengatakan kata2 yang sama seharian penuh, atau aku tidak berkata sepatah katapun.
Bayi 10-12 bulan: Tips Mengoptimalkan Perkembangan Gerak Motorik
Motorik adalah segala sesuatu yang ada hubungannya dengan gerakan-gerakan tubuh. Yang dimaksud dengan motorik ialah segala sesuatu yang ada hubungannya dengan gerakan-gerakan tubuh. Nah, bagaimana mengoptimalkan perkembangan motorik bayi, berikut tipsnya :
Usia 10-12 bulan
Menjelang usianya satu tahun, kepandaian serta ketrampilan bayi makin berkembang. Tonggak kepandaian motor kasarnya yg paling menonjol pada usia ini adalah semakin mahirnya ia melangkahkan kakinya. Kini si kecil semakin rajin melangkahkan kakinya ke samping sambil berpegangan pada perabot rumah tangga. :Jatuh bangun” adalah hal yg biasa yg akan dialami bayi dalam mengoptimalkan kemampuan jalannya. Oleh karena itu, sekali lagi, keamanan di sekitar anak harus terjaga.
Bayi 10 Bulan: Beberapa Hal Penting
Usia Akhadan dah 10 bulan lebih, ada baiknya bunda sharing sharing tentang perkembangan bayi diusia tersebut. Apa saja yang bisa dilakukan oleh bayi usia 10 bulan dan apa saja yang penting untuk Anda ketahui? Coba simak artikel berikut…
Mobilitas Tinggi
Yap. Bayi seusia ini biasanya sudah sangat aktif bergerak ke sana kemari. Makanya Anda harus ekstra hati-hati serta harus jaga stamina. Maklum… lumayan capek juga kan kalau harus mengikuti mobilitas bayi Anda
Dia normalnya sudah bisa merangkak dengan cepat, serta bisa duduk dengan mudah dari posisi apapun.
Berkeliling
Kemungkinan besar dia pun sangat senang berjalan dengan berpegangan entah pada sisi meja, kursi, ataupun perabot lainnya yang tidak terlalu tinggi. Sebagian bayi lain mungkin baru bisa mengangkat tubuhnya dari posisi duduk ke posisi berdiri, dengan cara berpegangan ke sisi meja atau kursi.
Terkadang ia akan bereksperimen dengan menggunakan satu tangannya untuk mengambil mainan yang ada di lantai, atau bahkan ia akan berani melepaskan kedua pegangannya untuk berdiri.
Baby Walker
Mobilitas Tinggi
Yap. Bayi seusia ini biasanya sudah sangat aktif bergerak ke sana kemari. Makanya Anda harus ekstra hati-hati serta harus jaga stamina. Maklum… lumayan capek juga kan kalau harus mengikuti mobilitas bayi Anda
Dia normalnya sudah bisa merangkak dengan cepat, serta bisa duduk dengan mudah dari posisi apapun.
Berkeliling
Kemungkinan besar dia pun sangat senang berjalan dengan berpegangan entah pada sisi meja, kursi, ataupun perabot lainnya yang tidak terlalu tinggi. Sebagian bayi lain mungkin baru bisa mengangkat tubuhnya dari posisi duduk ke posisi berdiri, dengan cara berpegangan ke sisi meja atau kursi.
Terkadang ia akan bereksperimen dengan menggunakan satu tangannya untuk mengambil mainan yang ada di lantai, atau bahkan ia akan berani melepaskan kedua pegangannya untuk berdiri.
Baby Walker
Langganan:
Postingan (Atom)